Suara Pembaca :
JokoWi, Tabuhlah Bedug Keadilan & Persatuan Indonesia
Tabuhan Bedug Tradisi Nusantara oleh Presiden JokoWi pada tanggal 16 Juli 2015 di Banda Aceh, ujung Barat NKRI bijaknya segera lanjut ke ujung Timur NKRI sesuai panggilan menjawab peristiwa di kota Karubaga, kabupaten Tolikara, propinsi Papua, 17 Juli 2015.
Tabuhan Bedug Tradisi Nusantara lanjutan di bulan Syawal 1436H yang fitri ini, adalah layak diagendakan berpijak kepada Firman Allah SWT tentang Ajaran KEADILAN [18 ayat Al Qur’an] dan Ajaran KEBANGSAAN [1 ayat Al Qur’an] sebagai petunjuk bagi PERSATUAN INDONESIA.
KEADILAN difirmankanNya pada QS 16/An Nahl : 90, 6/Al An’aam : 152, 7/Al A’roof : 29, 55/Ar Rochmaan : 7-9, 4/An Nisaa’ : 3, 4/An Nisaa’ : 129, 4/An Nisaa’ : 135, 4/An Nisaa’ : 58, 5/Al Maaidah : 42, 38/Shood : 26, 5/Al Maaidah : 8, 60/Al Mumtahanah : 8, 5/Al Maaidah : 44, 5/Al Maaidah : 47, 4/An Nisaa’ : 105, 5/Al Maaidah: 48
Dan KEBANGSAAN difirmankanNya pada QS 49/Al Hujuroot : 13 yakni “Hai manusia, sungguh Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”
Ke-19 ayat Al Qur’an ini diyakini mantapkan PERSATUAN INDONESIA dengan penuh suasana kesejahteraan lahir bathin untuk tetap berbagi kedamaian, keamanan dan kenyamanan berkelanjutan dalam wadah keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus mantapkan Jiwa Semangat Nilai2 Kejoangan 45.
Jakarta, 20 Juli 2015
Pandji R Hadinoto, KBP45 KelBes Pejoang45
Editor www.jakarta45.wordpress.com
Pukulan Beduk Jokowi Awali Pawai Takbir di Banda Aceh
Kamis, 16 Juli 2015 23:40
SERAMBI/M ANSHAR
Presiden RI, Joko Widodo bersama Ibu Negara menghadiri malam pawai takbir 1 Syawal 1436 Hijriah di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (16/5/2015) malam. Pawai takbir menyambut malam Idul Fitri 1436 Hijriah ini dibuka Presiden ditandai dengan pemukulan beduk di halaman depan Masjid Raya Baiturrahman, didampingi Gubernur Zaini Abdullah dan Wali Naggroe Malik Mahmud Al Haytar.
Bangun Toleransi Tegakkan Hukum
Selasa, 21 Juli 2015 Penulis: MI/MARCELINUS KELEN
SITUASI di Distrik Karubaga, ibu kota Kabupaten Tolikara, Papua, tiga hari pasca-kerusuhan Jumat (17/7), berangsur kondusif.
Meski warga yang tempat tinggalnya ikut terbakar saat kerusuh-an terjadi masih tinggal di tenda penampungan yang ada di halaman Koramil 172, aktivitas masyarakat di sana mulai pulih.
“Sudah aman terkendali. Semula kami khawatir, tapi kini kami sudah beraktivitas seperti biasa (berdagang),” ungkap Arifin Panjaitan, warga Karubaga, kemarin.
Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Lenis Kogoya, pun mengunjungi tempat kejadian perkara dan lokasi pengungsian.
Insiden berawal ketika sekelompok orang dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI) membubarkan secara paksa jemaah salat Idul Fitri yang sedang memulai beribadah.
Pemerintah berupaya keras agar peristiwa yang menyebabkan satu korban meninggal serta 54 kios bangunan dan Musala Baitul Muttaqin terbakar itu tidak sampai meluas ke daerah lain.
“Kami mengantisipasi supaya ja-ngan sampai ada situasi yang sama di daerah lain. Sejauh ini tidak ada laporan gejolak di daerah, dan kita harapkan semua tenang dan tidak terpancing,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno di kantornya di Jakarta, kemarin.
Dalam rapat koordinasi yang digelar di Kemenko Polhukam, Sabtu (18/7), Tedjo menjelaskan didapat tujuh poin kesimpulan, antara lain upaya penegakan hukum terhadap pelaku dan aktor intelektual di Karubaga serta penyelidikan prosedur oleh aparat keamanan saat kejadian.
Kerusuhan berbau SARA itu mendapat kecaman sejumlah kalangan. Human Rights Working Group (HRWG) mengutuk keras tindakan intoleransi dan kekerasan yang terjadi di Tolikara.
Menurut Direktur Eksekutif HRWG Rafendi Djamin, peristiwa itu melukai perasaan seluruh umat beragama, mencederai bangunan toleransi, dan melanggar hak kebebasan beragama.
“Toleransi itu tidak tumbuh dengan sendiri. Ia berada pada tatanan sosial masyarakat. Tokoh agama dan masyarakat ialah kunci terbangunnya sikap tersebut. Namun, di sisi lain, pemerintah di daerah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi toleransi dan dialog antaragama,” kata Rafendi.
Staf Khusus Presiden Lenis Kogoya menyayangkan peristiwa tersebut. “Sejak Indonesia merdeka, di Papua tidak pernah terjadi konflik kerukunan agama,” kata Lenis kepada Metro TV.
Jamin penegakan hukum
Presiden Jokowi menjamin penegakan hukum atas kasus tersebut. “Saya jamin, hukum akan ditegakkan setegak-tegaknya, bukan hanya untuk pelaku kriminal di lapangan, tetapi juga semua pihak yang terbukti mencederai kedamaian di Papua,” cetus Jokowi lewat akun Facebook resminya, Presiden Joko Widodo, kemarin.
Polisi pun sudah memeriksa 22 orang, termasuk dari GIDI. “Ini masih proses penyidikan. Calon tersangka sudah ada,” kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, di Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Komnas HAM akan menerjunkan tim investigasi dari Jakarta ke Tolikara, hari ini. Lembaga itu juga berharap pene-gakan hukum yang adil. “Bukan hanya para pelaku pembakaran, aparat yang menembak juga harus diproses,” tandas komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Pemerintah juga segera memulih-kan keadaan di Tolikara melalui dialog antarelemen dan merehabilitasi kerusakan. Tiga menteri akan mengunjungi Tolikara, yaitu Mendagri Tjahjo Kumolo, Mensos Khofifah Indar Parawansa, juga Menteri PPPA Yohana Susana Yambise. (Kim/Gol/Nur/Try/Deo/DY/TS/X-6)
KAPOLDA Papua Irjen Pol Yotje Mende dan Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan, Sabtu (18/7) pagi dengan menggunakan pesawat Trigana mengunjungi Karubaga, ibukota Kabupaten Tiom, pascakerusuhan yang melanda kawasan itu.
Kerusuhan di ibukota Kabupaten Tiom, itu terjadi Jumat (17/7) sekitar pukul 07.00 WIT, saat umat muslim melaksanakan salat Idul Idul Fitri di mesjid kawasan tersebut. Sekelompok warga melakukan penyerangan dan membakar mesjid di lokasi tersebut. Selain membakar mesjid, mereka juga membakar 70 kios atau warung milik warga setempat.
Kapolres Tolikara AKBP Suroso mengakui saat ini Kapolda Papua dan Pangdam Cenderawasih sedang berada di Karubaga untuk melihat langsung kondisi wilayah pascakerusuhan.
“Saat ini kedua pimpinan di bidang keamanan sudah berada di Karubaga,” kata AKBP Suroso.
Diakui, kondisi Tolikara sendiri relatif terkendali namun tetap bersiaga. Aktivitas warga mulai normal. Namun sekitar 150 orang masih menggungsi di Koramil Karubaga.
Dalam kerusuhan Jumat pagi tercatat 11 orang mengalami luka-luka, kata AKBP Suroso seraya menambahkan, tiga diantaranya yang mengalami luka tembak dan sudah dievakuasi ke Jayapura.
Aksi brutal sekelompok warga yang terjadi saat umat muslim melaksanakan salat Idul Idul Fitri itu belum dapat dipastikan akibat surat edaran yang dikeluarkan pengurus Gereja Injili di Indonesia (GIDI) wilayah Tolikara tertanggal 11 Juli 2015, tegas Kapolres Tolikara. Menurutnya, walaupun demikian pihaknya tetap menelusuri kemungkinannya karena tidak menutup kemungkinan surat edaran itu juga menjadi salah satu penyebabnya.
Polisi sendiri hingga kini belum memeriksa para saksi karena situasi belum memungkinkan, ungkap Kapolres Tolikara, AKBP Suroso.(Q-2)
Ini Kronologi Sementara Insiden Tolikara versi Stafsus Presiden
LB Ciputri Hutabarat – 18 Juli 2015 13:15 wib
Lenis Kagoya—Metrotvnews.com/Ciputri
Metrotvnews.com, Jakarta: Staf Khusus Presiden, Lenis Kagoya melansir kronologis sementara insiden kerusuhan di Tolikara, yang dia dapat dari sejumlah sumber. Dia membenarkan insiden Tolikara diawali permasalahan pengeras suara di musala yang sedang merayakan hari raya Idul Fitri.
Suara pengeras suara itu dianggap menganggu oleh pemuda gereja yang juga sedang mengadakan pertemuan tahunan. “Pemuda Gereja Injili di Indonesia (GIDI) sedang ada Kongres, lokasinya berdekatan dengan musala yang menggunakan pengeras suara,” kata Lenis kepada wartawan di Gedung Sekretariat Negara, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Sabtu (18/7/2015).
Karena merasa terganggu dengan suara itu, kata Lenis, pemuda gereja mendatangi musala untuk berdialog. Tapi, tak ada titik temu antarkeduanya. Sehingga, terjadilah insiden pembakaran.
Lantaran hal itu, Lenis mempertanyakan posisi pemerintah daerah. Sebab, kata Lenis, pemerintah daerah punya peran dengan memberikan izin gereja melaksanakan kongres yang bertepatan dengan hari raya Idul Fitri.
“Agenda nasional itu penentuannya harus dipertanyakan dan dapat izin dari pemerintah daerah dan pihak kepolisian setempat. Di sini yang perlu dipertanyakan. Apakah tak pernah dibicarakan sebelumnya soal tanggal di kalender ini?,” ungkap dia.
Menurut Lenis, sejak jauh hari, pemerintah daerah seharusnya melakukan mediasi antartokoh agama setempat. Sebab, diketahui antara tanggal 17 dan 18 merupakan hari besar umat muslim di Indonesia.
“Sepertinya tidak ada koordinasi yang baik. Seharusnya itu gereja dan tokoh agama duduk bersama difasilitasi oleh pemerintah daerah supaya tak jadi masalah,” jelas dia.
Untuk memperjelas duduk masalah ini, Lenis juga berencana akan terbang langsung ke Papua pada 29 Juli 2015.
Kerusuhan di Kabupaten Tolikara terjadi Jumat pagi. Insiden diduga disebabkan salah paham karena pengeras suara. Pada saat bersamaan di daerah tersebut berlangsung dua acara yang digelar oleh dua umat agama yang berbeda. Ada acara perayaan Idul Fitri dan pertemuan pemuka masyarakat gereja.
TII
TEROPONGRakyat
Pikirkan Terapi UU Darurat Sipil Papua
Minggu, 19 Juli 2015 – 08:04:49
Oleh Djoko Edhi S Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi III DPR-RI, Direktur Nasional LBH Desa), TEROPONGSENAYAN
Sumber foto : Istimewa
Bangunan dan masjid yang dibakar massa di kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (17/7/2015)
GIDI itu harus dibubarkan. Ia sudah jadi negara dalam negara. Maka aparat harus kerja keras untuk mencari bukti saat sekarang, sehingga memudahkan pembubaran GIDI di Pengadilan. Jika terbukti ada keterlibatan konspirasi dengan Papua Merdeka, diusulkan agar dilakukakan Darurat Sipil. Ini akan menyelesaikan masalah secara komprehensif.
Pengumuman Darurat Sipil dilakukan dan wewenang Presiden. Tetapi resolusinya oleh DPR-RI, cq Komisi 1, 2, dan 3. Presiden juga perlu mendengar konsul dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Pada Darurat Sipil, ada sejumlah hak-hak sipil yang ditiadakan, antara lain hak untuk menyatakan merdeka dalam kasus separatisme, baik di ruang publik, maupun diruang privat sebagai subtansi. Semua yang berkaitan dengan separatisme dilarang, pelanggaran untuk itu ditangkap, “langsung masuk”. Frasa langsung masuk, berasal dari KUHAP yg berarti tidak ada penangguhan penahanan. Saya setuju dengan usul penerapan hukum Darurat Sipil Papua untuk penyelesaian masalah secara komprehensif, minimal selama tiga tahun.
Pertama, Darurat Sipil akan mengatasi intervensi regional dan internasional yang bermain di belakang Papua Merdeka. Kedua, Darurat Sipil segera mengenyahkan isu Papua Merdeka hingga ke pelosok dan ke dalam rumah. Ketiga, dalam Darurat Sipil, semua bahan, sejak bendera, surat, bicara, perkumpulan, demonstrasi dilarang, yang menjadi subtansi, adalah pelanggaran, ditangkap langsung masuk. Keempat, dalam Hukum Darurat Sipil, semua aktivitas, dalam dan di luar rumah yang melibatkan nama, jargon, icon, orang, tokoh, tulisan dan non tulisan, publikasi Papua Merdeka, ditangkap langsung masuk. Kelima, Darurat Sipil menyensor semua publikasi, surat menyurat, termasuk surat-surat elektronik, chatting dan lain-lain yang melanggar ditangkap langsung masuk. Keenam, Darurat Sipil meniadakan hak yang menyangkut subtansi, Papua Merdeka, yang melanggar ditangkap, langsung masuk.
Laporan Sekjen PENA dalam sembilan hari, bulan ini, tiga kerusuhan terjadi di Tolikara, Papua. Tanggal 9 Juli 2015, Kampung Yelok dibakar warga Panaga. Tanggal 15 Juli 2015, 100 Hanoi (rumah tradisional) di Panaga dibakar. Dan 17 Juli 2015, Di Karubaga 70 bangunan dan mushola dibakar saat salat Idul Fitri. Peristiwa 9 dan 15 Juli konon dipicu perzinahan, sementara kasus 17 Juli dipicu pelarangan salat Idul Fitri oleh Gereja Injili di Indonesia (GIDI).
Terkait kasus di Karubaga (25 KM dari Panaga) saat ini, entah benar atau tidak, muncul surat berkop GIDI tgl 11 Juli 2015. Surat itu berisi tiga point yang isinya larangan agar tidak ada sholat Idul Fitri dan larangan berjilbab di Karabuga karena ada Seminar pemuda GIDI tingkat Internasional. Selain tiga poin itu, diparagraf terakhir surat itu tertulis : “… GIDI selalu melarang Agama lain dan Gereja Denominasi lain dirikan tempat Ibadah di wilayah Kabupaten Tolikara”. Lebih lanjut dalam surat itu juga diakui bahwa GIDI juga menutup gereja Adven Distrik Paido.
“Ada apa di Tolikara? Ada apa di Papua? Ada apa di Indonesia?” Ada tiga peristiwa kekerasan massal dalam sembilan hari di satu kabupaten, adalah hal luar biasa. Di mana Polri, militer, BIN dan aparatur negara lainnya sehingga peristiwa tadi leluasa terjadi. Jika surat GIDI itu benar dan dikeluarkan 11 Juli 2015 mengapa tak ada upaya pencegahan. Bukankah ada enam hari untuk cegah tangkal. Jika Surat GIDI benar, aneh karena GIDI sebagai Organisasi Gereja ternyata juga melarang dan menutup Gereja Denominasi lainnya untuk membangun Gereja di Tolikara.
Banyak keanehan dari peristiwa yang menerbitkan tafsir isu terkait sikap Presiden Jokowi pada Freeport, dan percepatan Papua Merdeka. Apapun sebab dibalik itu, kekerasan dan diskriminasi atas nama dan tujuan apapun tak bisa dibenarkan, dan harus menjadi musuh bersama umat manusia. Demi umat manusia, maka peristiwa ini harus diusut tuntas dan transparan. Secara hukum pidana, peristiwa hukumnya adalah penyerangan, pengeroyokan, pembakaran. Ketiganya diancam hukuman berat, 20 tahun penjara.
Menurut saya, kasus ini harus diambilalih oleh Mabes Polri, dan tersangka disidik di Jakarta. Masalahnya menunjukkan aparatur daerah sudah tidak signifikan, maka harus diambil alih oleh pusat. Ada baiknya jika diteruskan ke proses Hukum Darurat Sipil. Artinya satu masalah sudah dapat dituntaskan.(*)
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Dalang Kerusuhan Tolikara Layak Dikategorikan Teroris
Minggu, 19 Juli 2015 | 15:26 WIB
alfian kartono Pimpinan dan Tokoh agama di Provinsi Papua menyesalkan terjadinya aksi pembakaran mushola yang dilakukan sekelompok orang di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Jumat (17/7/2015) kemarin. Mereka juga mendesak agar pihak berwenang segera menyelesaikan masalah tersebut dengan tuntas dan memproses pelaku sesuai hukum yang berlaku.
JAKARTA, KOMPAS.com — Presidium Perhimpunan Indonesia Timur (PPIT) menyayangkan insiden berbau SARA di Kabupaten Tolikara, Papua, dan berpendapat bahwa pelaku dan dalang kerusuhan itu layak dikategorikan sebagai teroris.
“Kami berharap polisi menemukan aktor di balik peristiwa itu berikut jaringannya dan mengategorikan mereka sebagai kelompok teroris,” ujar Ketua Umum PPIT Laode Ida melalui siaran persnya, Minggu (19/7/2015).
Jika pelakunya tertangkap, lanjut Laode, proses hukum terhadap mereka harus diperlakukan layaknya seorang terduga teroris yang menjalani proses hukum. Salah satunya, memeriksa pelaku secara intensif selama tujuh hari berturut-turut. Lebih lanjut, Laode yakin provokator insiden itu justru berasal dari luar Papua.
“Kekerasan kepada kelompok agama bukan karakter orang Papua. Orang Papua tidak seperti itu. Mereka toleran dan menghormati kebebasan beragama orang lain. Kami duga kuat ada kelompok yang datang dari luar Papua lalu melakukan propaganda provokasi,” lanjut dia.
Provokasi tersebut, menurut Laode, bertujuan untuk mewujudkan Papua tetap menjadi kawasan tak aman dan bergejolak. Jika demikian, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan terbebani secara moral dan politik baik di dalam maupun luar negeri.
Selain menghukum pelaku sekaligus dalang insiden, Laode meminta pemerintah mulai membentuk forum antarumat beragama di Papua untuk menjaga komunikasi umat beragama di provinsi tersebut.
“Selain itu, kita mau pemerintah mengadakan rekonsiliasi warga di wilayah penyerangan itu. Tujuannya supaya persoalan ini selesai dan tak terulang,” ujar dia.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, sekelompok orang yang diduga berasal dari umat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) mendatangi Mushala Baitul Mustaqin di Tolikara, Papua, saat umat Islam menggelar shalat Idul Fitri, Jumat (17/7/2015) pagi.
Sekelompok orang ini melakukan protes lantaran pengeras suara yang digunakan dalam shalat Idul Fitri itu mengganggu acara yang juga tengah digelar umat GIDI. Menurut Ketua Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil di Indonesia (PGLII) Roni Mandang, kedatangan umat GIDI ke umat Islam dengan cara baik-baik.
Namun, tembakan aparat ke arah umat GIDI membuat situasi menjadi kacau. Situasi semakin kacau begitu diketahui satu orang meninggal dunia akibat rentetan tembakan itu. Akibatnya, warga kemudian membakar kios di sekitar lokasi. Tetapi, api merembet ke mushala yang dijadikan tempat shalat Idul Fitri.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Suharsono menegaskan, tembakan ke arah umat GIDI dilakukan karena mereka tak mengindahkan imbauan petugas untuk pergi dari sekitar mushala. Meski polisi telah mencoba menghalau massa yang mengeluarkan pernyataan provokatif, warga yang marah tidak mengindahkan permintaan polisi.
Pukul 07.05 WIT massa mulai melempari mushala dengan menggunakan batu. Pada pukul 07.10 WIT massa merusak lalu membakar kios dan masjid. Setelah tembakan peringatan tak diindahkan, barulah polisi melepaskan tembakan ke arah tanah. Di tengah kekacauan ini diketahui seorang remaja meninggal dunia akibat terkena tembakan. Sementara 11 orang lain mengalami luka-luka, sebagian besar di antaranya mengalami luka tembak.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Penulis |
: Fabian Januarius Kuwado |
Editor |
: Ervan Hardoko |
Rusuh Tolikara, Ini 4 Fakta Temuan KomNas HAM
Sabtu, 18 Juli 2015 | 14:02 WIB
Ilustrasi kerusuhan. AFP PHOTO / ANDREAS SOLARO
TEMPO.CO, Jakarta -Sehari setelah kejadian, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia langsung mengeluarkan hasil analisis sementara kerusuhan di Karubuga, Tolikara, Papua. Mereka menemukan empat fakta terkait bentrok yang melibatkan jemaat Gereja Injil di Indonesia dengan umat Islam di Tolikara dan kepolisian.
“Yang terpenting bukan permusuhan antara GIDI dengan umat Islam,” kata Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai saat dihubungi Tempo, 18 Juli 2015.
Pertama, Pigai mengatakan kerusuhan di Tolikara dipicu oleh surat edaran Ketua GIDI wilayah Tolikara, Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga kepada umat muslim di Tolikara. Surat yang juga disampaikan ke Kepolisian Resort Tolikara, dan Pemerintah Daerah tersebut berisi larangan umat Islam merayakan Idul Fitri di Karubaga Tolikara. Mereka juga meminta umat Islam tak berjilbab. Meski begitu, pada surat edaran yang sama, Nayus menjelaskan pihaknya juga melarang pemeluk agama mendirikan tempat ibadah di Tolikara.
“Penjelasan soal penutupan Gereja Adven menunjukkan bahwa GIDI Tolikara memang eksklusif dari agama lain,” kata Pigai. “Mereka tidak membaca Islam sebagai musuh, tapi justru Kristen selain GIDI.”
Pigai membenarkan tentang surat edaran yang ditulis pada 11 Juli 2015. Dalam surat tersebut tertulis jemaat GIDI sengaja melarang perayaan Idul Fitri yang bersamaan dengan Seminar dan KKR Pemuda GIDI pada 13-19 Juli 2015. “Surat itu tidak palsu, tapi memang keliru,” kata Pigai.
Kedua, Pigai menyesalkan surat tersebut tidak direspons serius oleh pemerintah daerah Tolikara. Padahal, kata dia, jemaat GIDI tidak berhak melarang umat agama lain beribadah. “Pemerintah tidak mengantisipasi surat edaran itu. Mereka tidak melakukan upaya pencegahaan untuk menjaga ketertiban dan keamanan,” kata Pigai.
Tepat saat Idul Fitri, Jumat, 17 Juli 2015, masyarakat muslim Tolikara tetap menggelar salat Idul Fitri dan mengumandangkan takbir dengan pengeras suara di lapangan Makoramil 1702/ Karubaga. Lapangan tersebut berdekatan dengan penyelenggaraan KKR jemaat GIDI.
Pigai mengatakan jemaat GIDI langsung marah dan memprotes polisi yang berjaga di sekitar lapangan. “Mereka protes karena sudah memberi iimbauan, kemudian polisi balik menembak warga,” kata Pigai.
Rentetan tembakan polisi melukai 11 orang, dan mengakibatkan satu anak Sekolah Dasar meninggal. Karena kerusuhan itu, kemudian jemaat GIDI mulai melempari batu kios dan Musala Baitul Mutaqin. Mereka juga membakar beberapa rumah, kios, dan musala itu.
“Masyarakat melampiaskan kemarahan ke arah musala. Kalau polisi tidak menembaki warga, pasti reaksi mereka berbeda,” kata Pigai. Ia menyayangkan sikap aparat yang arogan. Menurut dia, polisi di Papua terbiasa menangani kerusuhan dengan cara kekerasan.
PUTRI ADITYOWATI
KERUSUHAN TOLIKARA : Kronologi & Permintaan Maaf Presiden GIDI
Newswire Minggu, 19/07/2015 07:55 WIB
Presiden Gereja Injili di Inonesia (GIDI), Pendeta Dorman Wandikmbo, meminta maaf ke seluruh umat Islam di Indonesia terutama umat Islam di Tolikara, Papua yang tersakiti oleh peristiwa kericuhan Idul Fitri, Jumat (17/7/2015).
Antara
Kabar24.com, JAKARTA– Presiden Gereja Injili di Inonesia (GIDI), Pendeta Dorman Wandikmbo, meminta maaf ke seluruh umat Islam di Indonesia terutama umat Islam di Tolikara, Papua yang tersakiti oleh peristiwa kericuhan Idul Fitri, Jumat (17/7/2015).
SIMAK: KERUSUHAN TOLIKARA: Musala Tak Dibakar, tapi Dekat Kios Terbakar
Menurut dia, ada kesalahpahaman dalam mencerna konflik ini.
SIMAK: KERUSUHAN TOLIKARA: Kapolri ke Lokasi Kejadian Hari Ini
“Kami menyampaikan permohonan maaf kepada warga muslim di Indonesia, secara khusus di Kabupaten Tolikara atas pembakaran kios-kios yang menyebabkan musala (rumah ibadah warga muslim) ikut terbakar,” kata Dorman, Sabtu (18/7/2015).
BACA JUGA: Wartawan Diduga Dibunuh: Korban Bercelana Dalam, Pintu Berlapis Empat
Dikatakan, terbakarnya musala bukan peristiwa yang disengaja.
SIMAK: 10 Atlet Wanita Tercantik & Terseksi
“Aksi ini merupakan spontanitas masyarakat Tolikara karena ulah aparat keamanan di Tolikara yang melakukan penembakan secara brutal,” kata dia.
Geram
Awalnya, kata Dorman, pemuda setempat yang geram dengan penembakan itu membakar kios untuk menunjukkan perlawanan, tetapi api dengan sangat cepat merembet ke musala yang dipakai oleh umat Islam di sana untuk beribadah.
Dia juga mengatakan bubarnya salat Ied bukan atas paksaan pemuda gereja. Sebab, saat beberapa pemuda tengah di jalan hendak meminta jemaah Islam berdoa di dalam musala, penembakan terjadi.
“Belum sempat diskusi atau negosiasi dilangsungkan, aparat TNI/Polri sudah mengeluarkan tembakan sehingga 11 orang tertembak dan satu anak kami meninggal dunia.,” katanya.
Dikatakan, jemaat GIDI Tolikara sudah memberikan kebebasan beragama bagi umat Islam yang menjadi minoritas.
“Kalau ada peringatan besar keagaaman umat Islam, kami selalu sumbang sapi untuk mereka,” katanya.
Dia mengklaim budaya ini berjalan sangat lama sehingga pemeluk agama Islam di tempat itu tahu bersikap dan tak pernah ada konflik antar-agama.
Tak Bergesekan
Menurut Dorman, kehadiran gereja GIDI tak pernah bergesekan dengan umat beragama lain.
“Saya sebagai pimpinan tertinggi gereja GIDI di seluruh Indonesia, telah menasehati umat, agar tidak melarang umat apapun, termasuk saudara muslim untuk melangsungkan ibadah, namun ibadah harus dilangsungkan di dalam koridor hukum wilayah tersebut,” katanya.
Selama berpuluh-puluh tahun, Dorman mengklaim, umat Islam di Tolikara paham bahwa beribadah harus ada di dalam musala dan tak menggunakan pengeras suara.
Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Yotje Mende, mengatakan masih menyelidiki peran 11 orang yang terkena luka tembak saat kejadian pelemparan warga yang sedang melakukan salat Iedul Fiti dan juga pembakaran sejumlah bangunan kios yang menyebabkan terbakarnya musala dan sejumlah kios di Karubaga, Kabupaten Tolikara.
“Dari hasil identifikasi nantinya, kami juga akan menjejaki sejauh mana tembakan ini sesuai dengan prosedur atau tidak. Kami akan tetap proses anggota polisi yang melakukan penembakan tanpa prosedur tetap,” kata Yotje.
http://www.antaranews.com/berita/507697/presiden-bp-gidi-tidak-pernah-keluarkan-rekomendasi?utm_source=populer_home&utm_medium=populer&utm_campaign=news
Presiden BP GIDI Tidak Pernah Keluarkan Rekomendasi
Sabtu, 18 Juli 2015 18:31 WIB | 13.522 Views
Pewarta: Evarukdijati
Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama, Oditha R Hutabarat (kanan), didampingi Kepala Biro Humas PGI, Jeirry Sumampow (kiri), memberikan keterangan pers di Jakarta, Sabtu (18/7). Dalam keterangannya mereka menyesalkan aksi kekerasan oleh Gereja Injil di Indonesia (GIDI) pada umat Islam yang sedang beribadah salat Ied di Karubaga, Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
… mereka membubarkan dan menyelamatkan diri ke belakang Markas Koramil setempat…
Jayapura, Papua (ANTARA News) – Kepala Polda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Yotje Mende, menyatakan, Presiden Badan Pekerja Gereja Injili di Indonesia (BP GIdI), Dorman Wandikmo, tidak pernah merekomendasi surat edaran terkait kerusuhan berlatar SARA, di Karubaga, Papua.
Mende, di Jayapura, Sabtu. mengakui, kerusuhan di Karubaga, Jumat (17/7), disebabkan edaran Badan Pekerja Tolikara.
Kekerasan berlatar SARA ini menambah panjang pelanggaran HAM di bidang agama di Tanah Air. Tercatat juga pelarangan pembangunan gereja di Kompleks Yasmin (kasus Gereja Yasmin) oleh sementara kalangan mayoritas setempat sebagaimana penyerbuan fisik berdarah pada komunitas penganut Ahmadiyah.
Juga pengeboman dan teror pada sejumlah gereja di Jakarta saat kebaktian Natal pada awal dasawarsa 2000-an. Rangkaian peristiwa ini dikenal dengan nama Bom Natal.
Padahal UUD 1945 sebagai sumber hukum formal tertinggi di Indonesia menjamin kemerdekaan tiap warga negara Indonesia untuk memeluk dan mengamalkan ajaran agamanya masing-masing.
Dalam surat edaran yang ditandatangani Nayus Wenda dan Jingga itu, melarang perayaan Idul Fitri dan juga melarang agama lain dan gereja denominasi lain mendirikan tempat-tempat ibadah di Tolikara.
Dikatakan Mende, Wandikmo menyatakan bantahannya itu dalam pertemuan yang juga dihadiri Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayor Jenderal TNI Fransen Siahaan, di Karubaga, Sabtu (18/7).
Menurut Mende, ada kemungkinan surat edaran tertanggal 11 Juli itu, sempat disalahtafsirkan peserta seminar dan kebaktian kebangunan rohani pemuda GIdI.
“Memang saat umat Islam sedang shalat Idul Ied, sekitar 300-an orang menyerang dengan cara melempari umat Islam hingga mereka membubarkan dan menyelamatkan diri ke belakang Markas Koramil setempat,” kata Mende.
Dikatakan, saat itulah anggota TNI AD setempat menggeluarkan tembakan peringatan hingga menyebabkan jatuh korban di kelompok penyerang.
Akibatnya para pemuda marah dan membakar kios atau warung yang berjumlah 54 (bukan 70) yang lokasinya bersebelahan dengan mushola hingga menyebab mushola ikut terbakar.
“Pembakaran itu dilakukan spontan dan tidak direncanakan,” kata Mende, mengutip pernyataan Mandikmo, yang diungkapkan saat pertemuan di Karubaga.
(rw)
Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2015
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
MASJID DI TOLIKARA DIBAKAR : Berikut Pernyataan Sikap Ulama, JK & KaPolRI
Newswire Sabtu, 18/07/2015 07:28 WIB
ilustrasi
antara
Bisnis.com, JAKARTA–Sebanyak 33 orang tokoh muslim yang tergabung dalam Presidium Aliansi Alim Ulama Indonesia (AAUI) di Jakarta, Jumat (17/7/2015) saat hari Lebaran, menyampaikan pernyataan bersama atas insiden di Karubaga, Ibu Kota Kabupaten Tolikara, Papua.
Presidium AAUI mengimbau kepada tokoh-tokoh Islam, Kristen dan agama-agama lain, agar mengedepankan kerukunan antarumat beragama dan menjaga toleransi beragama, dalam rangka menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang beradab dan berkemanusiaan.
Sebelumnya Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyerukan seluruh umat Islam di Tolikara menahan diri atas kekerasan massa yang bertepatan dengan Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di daerah itu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga telah menyampaikan penyesalan atas terjadinya kasus tersebut dan berdasarkan laporan yang dia terima, sumber persoalan bermula dari salah paham antarkelompok agama di daerah itu.
“Ya kebetulan ada dua acara yang berdekatan, ada acara Idul Fitri dan ada pertemuan pemuka masyarakat gereja di sana. Memang asal muasalnya soal speaker (pengeras suara). Jadi mungkin butuh komunikasi lebih baik lagi untuk acara-acara seperti itu,” kata Wapres mengenai kasus yang menimbulkan aksi pembakaran sejumlah bangunan di daerah itu.
Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Badrodin Haiti, sesuai menghadiri open house, di Istana Wakil Presiden, menjelaskan situasi dan kondisi di Papua pascaperistiwa tersebut sudah ditangani dan tidak memerlukan penambahan pasukan.
Presidium AAUI menyesalkan yang sedalam-dalamnya insiden yang meretakkan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Mereka juga mengutuk keras kelompok penyerang yang telah melanggar hukum dan prinsip-prinsip toleransi di negeri ini, apalagi, dengan semakin besarnya toleransi yang diberikan oleh kaum muslimin.
Presidium AAUI mendesak polisi segera menangkap para pelakunya dan memproses mereka secara hukum dengan secepat-cepatnya.
Mereka mengimbau para tokoh muslim agar menenangkan dan mengontrol umat dan anggotanya untuk tidak melakukan tindakan pembalasan.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/19/nrqp1u-pembakaran-mushala-papua-diyakini-ada-pihak-perkeruh-suasana
Pembakaran Masjid
Pembakaran Mushala Papua, Diyakini Ada Pihak Perkeruh Suasana
Minggu, 19 Juli 2015, 21:46 WIB
Komentar : 0
Sisa-sisa masjid Tolikara yang dibakar
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) mengatakan, insiden pembakaran mushala di Kabupaten Tolikara, Papua karena ada pihak yang memperkeruh suasana.
Anggota Jakatarub Rio Tuasikal menyayangkan terjadinya peristiwa ini mengingat masyarakat Papua telah mengalami sejumlah konflik berdarah yang menewaskan ratusan warga. Namun, yang justru jadi kekuatan selama ini, masyarakat Papua khususnya Kabupaten Tolikara tidak pernah bentrok terkait masalah agama.
“Perlu disesalkan pula dalam penyebaran informasi soal insiden tersebut terdapat sejumlah pihak yang memperkeruh suasana dengan memperbesar sentimen keagamaan. Apalagi kemudian menghasut dengan pendekatan mayoritas versus minoritas,” katanya, Ahad (19/7).
Kurangnya informasi yang bisa diakses langsung karena minimnya infrastruktur di wilayah ini membuat berita-berita yang meresahkan tersebut tidak bisa langsung diklarifikasi. Melihat kejadian tersebut, pihaknya menilai adanya provokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menginginkan terjadinya perpecahan di Tanah Papua dan juga Indonesia demi menghilangkan narasi damai yang ada.
“Atas kejadian tersebut Jakatarub menyampaikan empati yang mendalam atas apa yang dialami umat Muslim di Karubaga, Kabupaten Tolikara yang terganggu hak asasinya untuk beribadah dan menderita secara moril maupun materiil karena insiden tersebut,” katanya.
Dia menambahkan, sudah selayaknya warga negara Indonesia (WNI) dilindungi hak asasinya dimanapun dia berada, apapun agama, suku, ras, dan latar belakangnya. Pihaknya juga menyerukan pemerintah daerah Kabupaten Tolikara dan Pemerintah Provinsi Papua agar mengusut tuntas dan menindak tegas provokator serta pelaku insiden ini.
Kemudian memberikan jaminan perlindungan kepada semua warganya agar dapat menjalankan hak asasinya termasuk hak untuk beribadah. Selain itu, seruan agar pemerintah pusat agar lebih dalam lagi usahanya untuk memajukan pembangunan dan menyelesaikan konflik di wilayah Papua dengan keberpihakan pada masyarakat Papua.
“Agar insiden ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi kepentingan pribadi atau golongan dan memecah belah kerukunan bangsa,” ujarnya.
Pihaknya juga menyampaikan imbauan kritis pada setiap elemen dan tokoh masyarakat Indonesia agar berhati hati dalam menyampaikan informasiyang belum jelas kebenarannya dan berpotensi memicu sentimen keagamaan.
“Kemudian, kesadaran agar tiap elemen masyarakat kembali kejati diri asal bangsa kita yang menghargai keberagaman dan toleransi,” ujarnya.
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/19/nrq7mb-gidi-harus-dibubarkan
GIDI Harus Dibubarkan
Minggu, 19 Juli 2015, 15:30 WIB
Komentar : 1
Surat larangan dari GIDI yang menyebar di masyarakat
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Syafii mengatakan organisasi Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) harus dibubarkan. Mereka telah melarang pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
“Organisasi seperti Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang melarang agama lain beribadah, harus dibubarkan. Tabiatnya seperti komunis,” kata Syafii seperti dalam siaran pers yang diterima ROL, Ahad (19/7).
Menurutnya pelarangan yang dilakukan jemaat GIDI sebagai bentuk anti agama. Ini tentunya aturan yang bertentangan dengan Pancasila dan prinsip hak asasi manusi (HAM). Seperti diketahui dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 disebutkan kebebasan yang diberikan pemerintah dalam Pasal 29 untuk memeluk agama sesuai kepercayaan masing-masing.
Ia menambahkan pemuka-pemuka dalam organisasi tersebut harus bertanggung jawab dengan tindakan yang dilakukan oleh lembaga yang dipimpinnya. Para pemuka itu juga harus dihukum berat. Pasalnya, masalah ini bukan permasalahan sepele yang harus diusut tuntas.
Politikus Partai Gerindra ini menyesalkan insiden tersebut bisa terjadi. Ia bahkan menyebut penyerangan terhadap Muslim tersebut merendahkan dan mengucilkan umat Islam sebagai pemeluk agama mayoritas di Indonesia.
Aksi kekerasan terhadap Muslim di Tolikara, Papua saat menjalankan ibadah shalat Idul Fitri dinilai mencoreng toleransi beragama di Indonesia. Dikhawatirkan kasus ini dapat memicu pertikaian antar umat beragama.
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
-
1 day ago – ID, JAKARTA — Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Syafii mengatakan organisasi Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) harus dibubarkan.
-
-
1 day ago – “Organisasi seperti Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang melarang agama lain beribadah, harus dibubarkan. Tabiatnya seperti komunis,” kata …
-
-
5 hours ago – “Organisasi seperti Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang melarang agama lain beribadah, harus dibubarkan. Tabiatnya seperti komunis,” kata …
-
-
2 hours ago – REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Aliansi Nasional Anti Syi’ah (ANNAS) mengkritik organisasi Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang dinilainya …
-
indonesia.shafaqna.com/…/1065249-GIDI–Harus–Dib…
-
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Syafii mengatakan organisasi Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) harus dibubarkan.
-
mirajnews.com › Home › Artikel › Opini
-
14 hours ago – Di sisi lain, Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Syafii mengatakan, organisasi GIDI harus dibubarkan. Mereka telah melarang pemeluk …
-
panjimas.com/…/anggota-dpr-bubarkan-gidi-usir-pen…
-
10 hours ago – “Organisasi seperti Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang melarang agama lain beribadah, harus dibubarkan. Tabiat komunis (antiagama dan …
-
2 days ago – Home / GIDI Dianggap Ormas Preman, Fuad: Bubarkan Saja! … bagaikan organisasi masyarakat (Ormas) ‘preman’ yang harus dibubarkan.
http://www.solopos.com/2015/07/17/masjid-di-papua-dibakar-jemaat-gereja-diduga-marah-karena-speaker-masjid-625016
http://www.solopos.com/2015/07/17/masjid-di-papua-dibakar-beredar-surat-larangan-perayaan-idul-fitri-dan-pakai-jilbab-dari-gereja-toli-625024
Kop surat GIDI yang beredar via Youtube (Istimewa)
Jumat, 17 Juli 2015 15:45 WIB | Jafar Sodiq Assegaf/JIBI/Solopos.com/Newswire|
|Masjid di Papua dibakar kabarnya dipicu oleh surat edaran larangan merayakan Lebaran.
Solopos.com, TOLIKARA – Insiden nahas terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua, sejak Jumat (17/7/2015). Sebuah musala di daerah itu dilempari dan dibakar usai dalam rangkaian salat Idulfitri.
Kabarnya insiden ini dipicu oleh pelarangan yang dilakukan oleh Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Badan Pekerja Wilayah Toli. Pelarangan yang disiarkan dalam bentuk surat ini bahkan cepat tersebar di media sosial, blog, dan forum Internet.
“Penyerbuan oleh massa GIDI disinyalir karena ada larangan bagi Umat Islam di Kabupaten Tolikara untuk merayakan/sholat Idul Fitri. GIDI beralasan karena tanggal tersebut bertepatan dengan adanya kegiatan GIDI tingkat internasional. GIDI sudah membuat surat pemberitahuan larangan Idul Fitri dan juga larangan memakai jilbab bagi muslimat,” demikian tulis salah satu blog seperti dikutip Solopos.com, Jumat siang.
Dalam surat ini GIDI menegaskan bahwa pada tanggal 13-19 Juli 2015 ada kegiatan Seminar dan KKR Pemuda GIDI tingkat Internasional.
Dalam surat yang ditujukan kepada Umat Islam se-Kabupaten Tolikara, GIDI memberitahukan bahwa acara Idulfitri pada tanggal 17 Juli 2015 tidak diijinkan pihak gereja. Perayaan hanya boleh dilakukan di luar Kabupaten Tolikara.
“Dilarang Kaum Muslimat [Muslimah] memakai pakain Yilbab [jilbab],” tulis surat itu.
Meski belum dapat dipastikan keasliannya, surat ini sudah menjadi pembahasan panas di kalangan blogger. Beberapa bahkan mengecam keras surat tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, dikutip Solopos.com dari Metrotvnews.com, pembakaran itu terjadi saat Umat Islam tengah melaksanakan salat Id di halaman Koramil 1702 / JWY. Saat imam mengucapkan takbir pertama, tiba-tiba beberapa orang mendekati jemaah dan berteriak.
Jemaah bubar dan menyelamatkan diri ke markas Koramil. Sejam kemudian, orang-orang itu melempari Musala Baitul Mutaqin yang berada di sekitar lokasi kejadian. Mereka juga membakar rumah ibadah tersebut. Selain musala, enam rumah dan sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu.
Hingga berita ini dimuat, polisi dan TNI berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian. Petugas gabungan mengantisipasi kerusuhan berlanjut. Alasan pengrusakan dan pembakaran tersebut pun belum diketahui. Belum ada pula keterangan resmi dari aparat setempat.
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
Jemaat Gereja Diduga Marah karena Speaker Masjid
Masjid di Papua dibakar (Istimewa/Metrotv)
Jumat, 17 Juli 2015 15:25 WIB |Lavinda/JIBI/Bisnis|
Masjid di Papua dibakar hari ini. Diduga, hal ini disebabkan kencangnya speaker masjid dan kegiatan gereja saat bersamaan.
Solopos.com, JAKARTA — Wakil Presiden Jusuf Kalla menyesalkan adanya tragedi perselisihan antar umat beragama di Tolikara, Papua. Sebuah musala (masjid kecil) di Papua dibakar jemaat Gereja Injil di Indonesia (GIDI) Tolikara.
Jusuf Kalla mengimbau kepolisian dan pemerintah daerah setempat untuk segera menyelesaikan persoalan yang sensitif itu dengan baik dan sesuai ketentuan. “Kami menyesalkan kejadian di Tolikara [masjid di Papua dibakar]. Saya yakin kepolisian dan Pemda menyelesaikannya dengan baik. Ada masalah dengan kios atau lainnya,” ujarnya di sela acara Open House di Istana Wakil Presiden, Jumat(17/7/2015).
Dia mengaku mendapat laporan bahwa perselisihan terjadi karena terdapat dua acara keagamaan yang berdekatan, yakni salat Idulfitri dan pertemuan para pemuka masyarakat gereja. Menurut JK, kesalahpahaman bermula dari kencangnya suara dari alat pengeras suara (speaker) oleh salah satu pihak yang dianggap mengganggu pihak lain.
Untuk itu, JK meminta kedua pihak untuk saling berkomunikasi dan saling memahami kepentingan masing-masing. Dia juga mengimbau masyarakat untuk menahan diri agar persoalan tak semakin meluas.
Sebelumnya dilaporkan, sekelompok massa dari Gereja Injil di Indonesia (GIDI) Tolikara Papua melakukan pelemparan dan upaya pembakaran saat umat muslim menjalankan salat Idulfitri di salah satu masjid pada Jumat pagi (17/7/2015).
Penyebabnya, terdapat dua acara yang berlangsung secara bersamaan di lokasi tersebut. Akibat peristiwa tersebut, sebanyak 10 orang terkena luka bakar.
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
http://www.antaranews.com/berita/507655/presiden-jokowi-sesalkan-insiden-tolikara?utm_source=topnews&utm_medium=home&utm_campaign=news
Presiden JokoWi Sesalkan Insiden Tolikara
Sabtu, 18 Juli 2015 11:41 WIB |
Pewarta: Agus Salim
Jakarta (ANTARA News) – Staf Khusus Presiden Lenis Kogoya mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo menyesalkan dan meminta maaf atas insiden yang terjadi di Tolikara, Papua pada Jumat (17/7).
“Ini musibah dan atas nama Presiden, saya memohon maaf,” kata Lenis dalam jumpa pers di Kantor Staf Khusus Presiden Gedung Sekretariat Negara Jakarta, Sabtu.
Ia sudah melaporkan insiden itu kepada Presiden melalui Sekretaris Pribadi dan kepada Seskab Andi Widjajanto pada Jumat malam.
“Saya juga minta izin untuk menggelar jumpa pers pada pagi ini,” kata Lenis.
Ia menyebutkan pemerintah akan segera membangun kembali bangunan yang rusak atau terbakar termasuk rumah dan pasar.
“Tanggal 29 Juli ini saya akan ke sana, kami akan selidiki, jangan khawatir negeri ini kaya,” kata Lenis yang juga Kepala Suku Papua.
Ia menyebutkan berdasar laporan dari Masyarakat Adat Papua, akibat kejadian itu satu orang meninggal dan 12 orang mengalami luka.
“Ini sudah ada pelanggaran hukum. Siapa yang melakukan tindakan kekerasan harus diproses secara hukum,” katanya.
Ia menilai kejadian itu merupakan musibah karena datang tiba-tiba.
“Pengalaman sejak merdeka, di Papua tidak pernah ada konflik agama,” katanya.
Ia menyebutkan berdasar kalender nasional, tanggal 17-18 Juli 2015 sudah ada agenda nasional sehingga semua pihak di daerah harusnya saling berkoordinasi dan berkomunikasi.
“Perlu ditanyakan kepada pemda, polres, gereja dan pihak lain apa pernah bicara soal agenda di kalender ini atau tidak. Jangan sampai yang disalahkan hanya masyarakat,” katanya.
Ia menyebutkan tanggal 25 Desember juga ada agenda nasional sehingga orang harus menghormati dan memberi kesempatan kepada orang untuk menjalankan ibadah.
Sebelumnya pada Jumat 17/7 terjadi kerusuhan di Kabupaten Tolikara yang diduga disebabkan salah paham karena pengeras suara.
Pada saat bersamaan di daerah tersebut berlangsung dua acara yang digelar oleh dua umat agama yang berbeda. Ada acara perayaan Idul Fitri dan pertemuan pemuka masyarakat gereja.
Editor: AA Ariwibowo
+++++
http://www.antaranews.com/berita/507640/menag-minta-aparat-usut-tuntas-kasus-tolikara
MenAg Minta Aparat Usut Tuntas Kasus Tolikara
Sabtu, 18 Juli 2015 08:57 WIB | 3.857 Views
Menag Lukman Hakim Saifuddin. (ANTARA FOTO/Saptono)
Jakarta (ANTARA News) – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengecam keras terjadinya kasus pelemparan dan perusakan lokasi ibadah umat Islam yang sedang menjalankan Shalat Idul Fitri oleh sejumlah oknum di Karubaga, ibu kota Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7), dan meminta kasus tersebut diusut tuntas.
“Selaku Menag, saya mengecam keras terjadinya kasus Tolikara yang telah mengoyak jalinan kerukunan antar umat beragama,” tegas Menag, Sabtu.
“Saya meminta kepada aparat penegak hukum untuk benar-benar mengusut pihak-pihak yang telah melakukan tindak perusakan dan penganiayaan, dan mengusut tuntas siapa pihak-pihak dibalik kasus tersebut,” tambah Menag dalam siaran pers Kemenag, Sabtu.
Menteri Agama juga memohon kepada umat Islam melalui para tokoh-tokohnya agar bisa menahan diri, tidak terprovokasi, dan mempercayakan sepenuhnya penyelesaian masalah ini kepada pihak kepolisian.
“Sehubungan dengan adanya ajakan jihad ke Papua terkait kasus Tolikara, saya memohon kedewasaan dan kearifan umat Islam melalui para tokoh-tokohnya untuk tidak terpancing dan terprovokasi lakukan tindak pembalasan,” terang Menag.
“Kita percayakan penuh kepada Polri yang telah bertindak cepat menangani dan mengusut kasus tersebut,” tambahnya.
Menurut informasi kericuhan Shalat Id di Tolikara berawal ketika imam Salat Id mengumandangkan takbir pertama, tiba-tiba sejumlah orang dari beberapa penjuru melempari jamaah yang sedang shalat, sambil berteriak bubarkan.
Aparat keamanan dari kesatuan Brimob dan Yonif 756 yang melakukan pengamanan saat Idul Fitri itu kemudian mengeluarkan tembakan peringatan guna membubarkan massa yang melakukan pelemparan. Warga muslim yang shalat kemudian memutuskan membubarkan diri.
Menurut Menag, semua umat beragama harus mewaspadai adanya pihak ketiga yang menjadikan sentimen agama sebagai hal untuk saling membenturkan antar sesama umat beragama. “Mari bersama mewaspadai adanya oknum pihak ketiga yang ingin membenturkan sesama umat beragama dengan menggunakan sentimen agama,” ajaknya.
Menag menegaskan, kasus Tolikara sungguh telah mengoyak dan menghancurkan jalinan kerukunan hidup antarumat beragama, apalagi terjadi pada saat umat Islam sedang beribadah merayakan Hari Raya.
“Saya amat mengimbau tokoh-tokoh Kristen dan semua tokoh agama untuk senantiasa mengedepankan toleransi dan merawat kerukunan demi menjaga nilai-nilai kemanusiaan,” pesan Menag.
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/17/nrn1s8-shalat-id-di-papua-diserang-ini-tanggapan-dirjen-bimas-kristen-kemenag
Shalat Id di Papua Diserang, Ini Tanggapan DirJen BiMas Kristen KemenAg
Jumat, 17 Juli 2015, 22:31 WIB
Komentar : 1
Surat larangan dari GIDI yang menyebar di masyarakat
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sehubungan dengan peristiwa kericuhan shalat Id di Papua, Dirjen Bimas Kristen Oditha R Hutabarat mengatakam bahwa pihaknya telah memgambil beberapa langkah untuk mengatasi persoalan itu. Pertama, ia menghubungi ketua Sinode Gereja Injil di Indonesia (GIDI) agar bisa segera membuat surat penjelasan kronologis kejadian sekaligus pernyataan permohonan maaf kepada umat Islam Indonesia terkait dengan peristiwa tersebut.
Menurut Oditha, Ketua Sinode akan membuat surat tersebut dan mengirimkannya melalui email. Kedua, pihaknya sudah menghubungi Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) yang merupakan persekutuan di mana GIDI merupakan anggotanya, agar bisa bersama-sama melakukan langkah-langkah strategis dalam menyikapi persitiwa ini.
“Sabtu (18/7) besok, Dirjen Bimas Kristen bersama PGI akan mengadakan konferensi pers di PGI untuk memberikan penjelasan sekaligus menyampaikan permohonan maaf kepada umat Islam,” ujar Oditha dalam siaran pers kepada Republika.
Sebelumnya, saat umat Islam sedang melaksanakan shalat Idul Fitri sekitar pukul 07.00 WIT, massa GIDI wilayah Tolikara, Papua tiba-tiba menyerbu jamaah. Dampaknya masjid di sana terbakar dan menimbulkan korban.
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/gidi-malah-tuding-aparat-polritni-yang-memicu-kerusuhan-di-tolikara.htm#.Vat5g_mvw9Y
Translated from bahasa Indonesia
http://www.antaranews.com/berita/507738/dua-kompi-gabungan-tni-ad-polisi-dikirim-ke-karubaga-papua
Two joint companies of the army and police sent to Karubaga Papua
Sabtu, 18 Juli 2015 21:53 WIB | 4.130 Views
Pewarta: Evarukdijati
Jayapura, Papua (ANTARA News) – The head of Papua Police, Inspector General of Police Yotje Mende, said the two companies combined personnel of the Army and Papua Police Mobile Brigade are now sent to Karubaga to strengthen forces in the region.
“The troops sent there to Karubaga for Police officers Tolikara only about 100 people. Although the condition is relatively calm, but officials remain on guard,” he said, in Jayapura, Papua, on Saturday.
SARA background of unrest in Tolikara, Karubaga, Papua, then, 11 people were injured in the shooting and one of them died in two Jayapura Dok Hospital from a gunshot wound in the abdomen.
Of the reports received, he said, revealed also the burning of kiosks that caused the fire then burned mosque in the neighborhood kiosk.
From the description of the President Gidi, Dorman Wandikbo, revealed the burned mosque arson started by people currently know of gunshot wound victims.
Once heard a gunshot wound victim they immediately burned kiosks that also menhanguskan mushala.
Separately, leaders of the Catholic, Father Benny, states, similar riots this has never happened before in Papua, which is known to people are very tolerant of differences.
Some call for restraint and not to be provoked and hand over the case to the legal sphere also made by various parties, ranging from the Ministry of Religious Affairs, the Indonesian Ulema Council, the Communion of Churches of Indonesia, and mass organizations. Besides, they also condemned the violence.
Now police are working to capture and process of law actors and the mastermind behind the riots.
++++
http://www.antaranews.com/berita/507738/dua-kompi-gabungan-tni-ad-polisi-dikirim-ke-karubaga-papua
Dua Kompi Gabungan TNI AD – Polisi Dikirim ke Karubaga Papua
Sabtu, 18 Juli 2015 21:53 WIB | 4.130 Views
Pewarta: Evarukdijati
Dokumentasi sejumlah personel TNI AD. (FOTO ANTARA)
… karena petugas Polres Tolikara hanya sekitar 100 orang…
Jayapura, Papua (ANTARA News) – Kepala Polda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Yotje Mende, menyatakan, dua kompi personel gabungan TNI AD dan Brigade Mobil Polda Papua kini dikirim ke Karubaga guna memperkuat pasukan yang ada di kawasan itu.
“Pasukan dikirim ke sana ke Karubaga karena petugas Polres Tolikara hanya sekitar 100 orang. Walaupun kondisi sudah relatif kondusif namun aparat tetap berjaga-jaga,” katanya, di Jayapura, Papua, Sabtu.
Dari kerusuhan berlatar SARA di Tolikara, Karubaga, Papua, itu, 11 orang terluka tembak dan satu di antaranya meninggal di RSUD Dok 2 Jayapura akibat luka tembak di perut.
Dari laporan yang diterima, kata dia, terungkap juga aksi pembakaran kios yang menyebabkan api kemudian membakar mushola yang ada di lingkungan kios.
Dari keterangan Presiden GIdI, Dorman Wandikbo, terungkap mushala terbakar itu berawal aksi pembakaran oleh warga saat mengetahui ada korban luka tembak.
Begitu mendengar ada korban luka tembak mereka langsung membakar kios yang juga menhanguskan mushala.
Secara terpisah, tokoh Katolik, Romo Benny, menyatakan, kerusuhan serupa ini tidak pernah terjadi sebelumnya di Papua, yang diketahui masyarakatnya sangat toleran terhadap perbedaan.
Sejumlah seruan saling menahan diri dan jangan sampai terprovokasi serta menyerahkan kasus ini ke ranah hukum juga dilontarkan berbagai pihak, mulai dari Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, dan organisasi massa. Kecuali itu, mereka juga mengecam kekerasan itu.
Kini polisi tengah bekerja untuk menangkap dan memproses hukum pelaku-pelaku dan dalang di balik kerusuhan itu.
Editor: Ade Marboen
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/17/nrn31k-aliansi-alim-ulama-indonesia-minta-oknum-gidi-ditindak
Aliansi Alim Ulama Indonesia Minta Oknum GIDI Ditindak
Jumat, 17 Juli 2015, 22:58 WIB
Komentar : 0
Republika/Prayogi
(dari kiri) Habib Muhsin Alatas Sekretaris Majelis Syura DPP FPI,Perwakilan PBNU Shohibul Faroji Azmatkhan, Moderator Masyur Icardi, Perwakilan PP. Muhammadiyah Amirsyah Tambunan dan Ketua Wahdah Islamiyyah M. Zaitun Rasmin menjadi raeasumber dalam diskusi
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presidium Aliansi Alim Ulama Indonesia (AAUI) meminta Dewan Gereja Indonesia menindak tegas oknum pengurus Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang melarang pelaksanaan shalat Ied dan memicu insiden pembakaran masjid di Tolikara, Papua.
“Kami meminta Dewan Gereja Indonesia memanggil pengurus GIDI, minta pertanggungjawaban atas suratnya, kemudian memberi sanksi tegas terhadap oknum pengurus GIDI dan menyerahkan mereka ke pihak yang berwajib,” kata Ketua Presidium AAUI, KH Shohibul Faroji Azmatkhan dalam rilis yang diterima Republika, Jumat (17/7).
Ia mengimbau kepada tokoh-tokoh Islam, Kristen, dan agama-agama lain supaya mengedepankan kerukunan antar umat beragama dan menjaga toleransi beragama. Toleransi tersebut penting dalam rangka menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang beradab dan berkemanusiaan.
Selain itu, ia juga meminta majelis agama dan para tokoh Kristen serius mendidik umat supaya menghargai hukum dan toleransi yang telah diberikan oleh kaum Muslim.
Seperti diketahui, perayaan shalat Idul Fitri di Tolikara pagi tadi berujung ricuh setelah sekelompok massa melempari jamaah dengan batu. Tak tanggung-tanggung, massa dari Gereja Injili di Indonesia ini membakar masjid dan beberapa kios di sekitarnya.
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
Redaksi – Minggu, 19 Juli 2015 11:00 WIB
GIDI Malah Tuding Aparat Polri/TNI Yang Memicu Kerusuhan di Tolikara
Wajah Pendeta Dorman Wandikmbo, Presiden GIDI
Eramuslim.com – Presiden Gereja Injili Di Indonesia (GIDI), Pdt. Dorman Wandikmbo mengungkap kronologi aksi teror berupa penyerangan massa Gereja yang berakibat pembakaran masjid di Kabupaten Tolikara, Papua pada Jumat (17/7) lalu.
Disampaikan Dorman kejadian bermula pada Jumat, 17 Juli 2015, pukul 08.30 WIT, beberapa Pemuda gereja mendatangi kelompok umat Muslim yang sedang melangsungkan Sholad Ied dengan maksud menyampaikan aspirasi secara damai dan terbuka.
“Sesuai (Peraturan Daerah) Kabupaten Tolikara, berdasarkan aspirasi Gereja dan Masyarakat boleh melaksanakan ibadah tapi tidak menggunakan toa atau penggeras suara,” kata Dorman melalui keterangan persnya (18/7).
Dorman menyatakan alasan pelarangan penggunaan pengeras suara tersebut dikarenakan dapat mengganggu ribuan pemuda yang bersiap untuk melangsungkan seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR).
“Apalagi jarak toa atau pengeras suara dengan tempat dilangsungkannya ibadah umat GIDI hanya berjarak sekitar 300 meter,” jelas Dorman.
Selain itu para pemuda juga ingin pertanyakan surat resmi Gereja yang pernah dikirimkan kepada Kepala Kepolisian (Kapolres) Tolikara, AKBP Suroso, sejak dua minggu sebelum kegiatan seminar maupun idul fitri dimulai.
Menggingat akan diselenggarakannya Seminar dan KKR Injili Pemuda Tingkat Pusat bertaraf Nasional/Internasional yang dilangsungkan pada tanggal 15-20 Juli 2015, umat Muslim juga diminta tidak melakukan kegiatan peribadatan dilapangan terbuka.
“Saat para pemuda hendak menyampaikan aspirasi ini di depan umum secara tertib tiba-tiba seorang Pemuda tertembak timah panas tanpa ada perlawanan,” ungkapnya.
Lebih Lanjut Dorman menyatakan TNI/Polri yang melakukan penembakan bertubi-tubi di depan kerumunan masyaratakt tersebut mengakibatkan masyarakat marah.
“Maka masyarakat tidak terima dengan perbuatan penembakan tersebut dan langsung melakukan pembakaran terhadap beberapa kios, yang merembet hingga membakar mushola dan terkena masyarakat Papua serta non-Papua,” jelasnya.
Yang jadi pertanyaan, kenapa pula GIDI menyelenggarakan seminar internasional di hari lebaran, seolah tidak ada hari lainnya. Padahal hari raya umat Islam sudah berjalan berabad-abad yang lalu. Bahkan Ketua Lembaga Adat Papua juga heran dengan hal ini dan menyatakan jika seminar tersebut jangan-jangan tidak memiliki izin kegiatan.
Kedua, aparat Polri/TNI memiliki standar prosedur yang jelas. Mereka aparat yang terlatih dengan baik. Tidak mungkin dan alangkah tidak masuk akal jika aparat akan melepaskan tembakan dengan peluru tajam jika para pemuda Gereja Injili datang dengan baik-baik dan damai seperti dikatakan Pendeta Dorman. Yesus mengajarkan umatnya untuk berkata jujur, jangan berbohong, sebaiknya ini diteladani oleh pengikutnya.(rz)
+++++
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/jangan-sampai-kasus-teror-di-papua-membesar-seperti-kasus-ambon-1999.htm#.Vat6NPmvw9Y
Jangan Sampai Kasus Teror di Papua Membesar Seperti Kasus Ambon 1999
Redaksi – Minggu, 19 Juli 2015 09:00 WIB
Eramuslim.com – Direktur Eksekutif Pusaka Trisakti, Fahmi Habsyi, punya pandangan lain soal kerusuhan di Kabupaten Tolikara, Papua, sehingga berdampak pada terbakarnya sebuah musola pada Jumat pagi (17/). Menurut dia, disinyalir, peristiwa tersebut merupakan bagian dari operasi intelijen. Karena, kehidupan beragama di Bumi Cenderawasih selama ini sangat baik. “Ini murni operasi intelijen tingkat tinggi. Masyarakat Papua sangat santun dan toleran soal beragama dan merasakan kebijakan dan hati Pak Jokowi yang fokus pada keberpihakan pada kesejahteraan masyarakat Papua,” katanya di Jakarta, Sabtu (18/7).
Menurut Fahmi, indikasi adanya operasi intelijen dalam insiden Tolikara terlihat dari rangkaian peristiwa beberapa aksi sepihak yang menuntut referendum Papua di Jakarta. “Jadi, dua minggu lalu, saya sudah dapat informasi akan ada eskalasi meningkat di Papua. Tanda-tandanya tampak. Tapi, informasi dan letupan kecil tersebut tidak segera diantisipasi pihak intelijen kita dan aparat keamanan,” ujar Fahmi.
Ia mengingatkan, situasi di Papua tidak bisa dilihat berdiri sendiri dari apa yang digerakkan di Jakarta. “Kita harus gunakan pendekatan helicopter view, jangansimptomian per kejadian. Nanti terlihat otaknya siapa yang mendanai, memprovokasi, dan menggerakkan. Operasi intelijen ini seperti tukang bakarnya tidak terlihat, tapi asap dan baunya terasa. Yang harus dijadikan analisis pertama dalam melihat setiap insiden di Papua, adakah pihak-pihak yang terganggu kepentingannya dengan kebijakan Jokowi di Papua saat ini. Siapa yang paling khawatir Papua lebih baik dan lebih maju? Setelah itu, petakan,” tutur Fahmi.
Ia menyayangkan sikap aparat keamanan dan intelijen yang seharusnya memantau gerak pihak-pihak tersebut, bukan sibuk mengawasi masyarakat Papua. Jika sudah seperti ini, masyarakat Papua yang muslim dan non-muslim yang jadi korban. “Ini melibatkan intelijen asing dan seorang tokoh intelijen berpengaruh di era SBY. Otaknya di Jakarta. Tapi, apakah ada buktinya? Susah untuk ditunjuk aktor intelektualnya. Cukup Jokowi kasih ‘pesan politik’ yang jelas dan tegas kepada yang coba bermain di Papua bahwa presiden mengetahui dan akan gebuk balik. Saya sarankan aparat keamanan perlakukan rakyat Papua dengan lembut dan persuasif,” ujarnya.
Pembentukan tim mediasi atau tim dialog, menurut Fahmi, tidak perlu dilakukan. Karena, masalahnya bukan masyarakat Papua, tapi kekuatan lain lebih dari itu. Lingkaran Istana Presiden tampaknya, katanya lagi, tidak memberikan informasi utuh kepada Presiden Joko. “Ada pihak yang mencoba buat ‘penyakit’ dan sekaligus menawarkan ‘obatnya’ dengan kepentingan yang lain untuk dikompromikan. Ini gaya lama. Mudah-mudahan saja Pak Jokowi sudah tahu kok siapa otaknya. Atau memang tidak ada yang mengingatkan dan menginfokan ke Pak Jokowi untuk waspada situasi Papua setelah aksi meminta referendum. Jangan dianggap remeh, ingat kasus kerusuhan Ambon 1999 hanya perkelahian pemuda di terminal, yang di Papua lebih serius dari itu,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga sempat mempertanyakan kerja Badan Intelijen Negara (BIN), yang kini dipimpin Letjen (Purn) Sutiyoso, yang tidak dapat mengantispasi Tragedi Tolikara. Seharusnya, kata Tjahjo, sistem peringatan dini BIN bekerja sehingga peristiwa itu dapat diantisipasi.(rz/pribuminews)
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
http://www.bergelora.com/nasional/kesra/2188-gidi-bantah-larang-perayaan-hari-raya-idul-fitri.html
GIDI Bantah Larang Perayaan Hari Raya Idul Fitri
Minggu, 19 Juli 2015Dilihat: 28
Isiden di Tolikara, Papua (Ist)JAYAPURA- Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) membantah melarang umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri pada Jumat (17/7) lalu. Namun Gereja GIDI meminta agar kegiatan sholat tersebut tidak menggunakan pengeras suara (Toa) karena sedang berlangsung seminar nasional dan internasional pada jarak 250 meter dari lokasi sholat.
“Tidak benar pemuda gereja GIDI, masyarakat Tolikara, dan umat Kristiani melarang umat Islam untuk merayakan hari raya Idul Fitri dan Sholat ied. Namun dua minggu lalu kami sudah kirim surat pemberitahuan agar tidak menggunakan penggeras suara karena sedang sedang ada seminar nasional dan internasional hanya berjarak sekitar 250 meter,” demikian Presiden GIDI, Pendeta Dorman Wandikmbo dari Tolikara, Papua dalam kepada Bergelora.com, di Jayapura, Sabtu (18/7)
Dibawah ini Pernyataan Sikap Presiden Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) terkait insiden/peristiwa di Kabupaten Tolikara, Propinsi Papua :
Sejak tadi malam, 17 Juli 2015, saya mengikuti berbagai pemberitaan di media massa yang terkesan menyudutkan pihak gereja, ditulis berdasarkan laporan/argumentas aparat keamanan (TNI/Polri), serta penyebaran berbagai surat kaleng/palsu di media social (Medsos), yang menempatkan orang Papua sebagai pihak yang anti toleransi umat beragama, maka dalam kesempatan ini saya perlu menegaskan atau menyampaikan beberapa hal agar dapat dipahami oleh seluruh warga Indonesia;
Pertama, tidak benar pemuda gereja GIDI, masyarakat Tolikara, dan Umat Kristiani melarang umat Islam untuk merayakan hari raya Idul Fitri (Sholat ied), namun harus mematuhi surat pemberitahuaan yang telah dilayangkan pemuda/gereja dua minggu sebelum kegiatan dilangsungkan; yakni tidak menggunakan penggeras suara (toa), apalagi jarak antar pengeras suara dengan tempat dilangsungkannya seminar nasional/internasional hanya berjarak sekitar 250meter. (baca juga kronologi singkat yang kami susun).
Kedua, pimpinan gereja wilayah Kabupaten Tolikara, Presiden GIDI, Bupati Kabupaten Tolikara, Usman Wanimbo, dan tokoh masyarakat setempat telah menyampaikan maksud pemuda GIDI (Ibadah tidak menggunakan penggeras suara) sejak dua minggu sebelum hari “H” kegiatan seminar, dan hari raya idul fitri.
Kami menilai, aparat Kepolisian dan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kabupaten Tolikara tidak punya itikad baik untuk menjaga keamanan dan ketertibatan masyarakat Tolikara, termasuk umat Muslim sendiri. Kami sangat menyayangkan lambannya sosialisasi yang dilakukan aparat keamanan kepada warga muslim, sehingga terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, apalagi toleransi umat beragama sejak puluhan tahun lalu di Tolikara, dan secara umum di seluruh tanah Papua sangat baik, dan paling baik di Indonesia.
Ketiga, yang sangat disayangkan, para pemuda (11 orang tertambak timah panas aparat TNI/Polri saat dalam perjalanan ke Musolah untuk berdiskusi dengan warga setempat, 1 anak usia 15 tahun meninggal dunia, Endi Wanimbo, usia 15 tahun), belum sempat diskusi atau negosiasi dilangsungkan, aparat TNI/Polri sudah mengeluarkan tembakan secara brutal dan membabi buta, sehingga 12 orang tertembak.
Jadi amukan dan kemarahan masyarakat bukan disebabkan oleh aktivitas ibadah umat muslim, tapi lebih karena tindakan dan perlakukan biadab aparat TNI/Polri, yang tidak membukan ruang demokrasi atau untuk mendiskusikan hal-hal yang baik bagi keberlangsungan ibadah kedua belah pihak.
Keempat, tidak benar masyarakat Tolikara, atau warga gereja GIDI melakukan pembakaran terhadap Mushola (seperti pemberitaan berbagai media massa di tingkat nasional), namun hanya beberapa kios yang dibakar pemuda, dan merembet hingga membakar Musolah karena dibangun menggunakan kayu, dan berhimpit-himpit dengan kios/rumah milik warga Papua maupun non-Papua, sehingga dengan cepat melebar dan terbakar.
Tindakan spontan yang dilakukan beberapa pemuda membakar beberapa kios ini muncul karena ulah aparat keamanan yang tak bisa menggunakan pendekatan persuasive, tapi menggunakan alat-alat Negara (senjata dan peluru) untuk melumpuhkan para pemuda tersebut.
Kami minta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), dan Panglima TNI untuk juga mengusut tuntas penembakan warga sipil oleh aparat keamanan yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia (Endi Wanimbo, usia 15 tahun), dan 11 orang terluka.
Kelima, saya sebagai pimpinan tertinggi gereja GIDI di seluruh Indonesia, telah menasehati umat saya agar tidak melarang umat apapun, termasuk saudara Muslim untuk melangsungkan ibadah, namun ibadah harus dilangsungkan di dalam koridor hukum wilayah tersebut, dan juga mematuhi surat atau himbauan yang dikeluarkan, demi keamanan, ketertibatan, dan ketentraman masyarakat setempat.
Keenam, yang datang mengikuti ibadah/seminar internasional di Kabupaten Tolikara bukan hanya warga GIDI di wilayah tanah Papua, tapi dari berbagai provinsi di seluruh Indonesia, antara lain pemuda dari Nias, Sumatera Utara, Papua Barat, Kalimantan (Dayak), Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan diperkikran mencapai 2.000 orang pemuda GIDI.
Ketujuh, sebagai presiden GIDI, kami menyampaikan permohonan maaf kepada warga muslim di Indonesia, secara khusus di Kabupaten Tolikara atas pembakaran kios-kios yang menyebabkan Musolah (rumah ibadah warga muslim) ikut terbakar; Aksi ini merupakan spontanitas masyarakat Tolikara karena ulah aparat keamanan di Tolikara yang melakukan penembakan secara brutal.
Kedelapan, Kapolri dan Panglima TNI juga harus mengusut tuntas insiden penembakan terhadap 12 warga gereja, yang menyebabkan satu anak usia sekolah meninggal dunia; Ini merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, karena menggunakan alat Negara untuk menghadapi pemuda-pemuda usia sekolah yang tak datang untuk melakukan perlawanan atau peperangan.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat untuk disebarluaskan kepada berbagai jaringan di tingkat lokal, nasional, dan internasional, terutama media massa, agar pemberitaan terkait insiden/peristiwa yang tidak kita inginkan ini dapat berimbang. Tuhan memberkati kita semua.
Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua,
18 Juli 2015
Presiden GIDI
Pendeta Dorman Wandikmbo (HP: 081248604070);
Nb : Jika Pendeta Dorman susah dihubungi, bisa lewat Ketua Pemuda GIDI (081344354689).
Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai penyebab kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua pada Jumat (17/7) pagi tadi disebabkan oleh pengeras suara (speaker). JK menjelaskan, di daerah tersebut ada dua acara yang letaknya berdekatan yang digelar dari dua umat agama berbeda, Islam dan Kristen Protestan.
“Ada acara Idul Fitri, ada pertemuan pemuka masyarakat gereja. Memang asal-muasal soal speaker itu,” ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat.
Ia menuturkan, masyarakat seharusnya dapat mengetahui bahwa ada dua kepentingan yang terjadi bersamaan.
“Satu Idul Fitri, satu karena speaker, saling bertabrakan. Mestinya kedua-duanya menahan diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami,” kata JK. (Yuliana Lantipo)
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
A. Z. Muttaqin Ahad, 2 Syawwal 1436 H / 19 Juli 2015 08:00
Ingat Ambon, pemerintah tak segera tangkap otak pembakaran Masjid Baitul Muttaqin akan berdampak luas
Masjid Baitul Muttaqin runtuh rata dengan tanah d bakar oleh gerombolan Kafir Kristen di Karubaga Kabupaten Tolikara, Papua saat kaum Muslimin shalat Idul Fitri 1436 H, Jum’at (17/7/2015), yang diotaki oleh Ketua Gereja Injili di Indonesia (GIDI Tolitora Pdt. Nayus Wenea, S.Th dan Sekertaris Marthen Jingga, S.Th; MA.
JAKARTA (Arrahmah.com) – Pembakaran masjid oleh gerombolan kafir Kristen di Karubaga Kabupaten Tolikara, Papua saat kaum Muslimin shalat Idul Fitri 1436 H, Jum’at (17/7/2015), harus segera diselesaikan pemerintah dengan menangkap para pelaku dan desainernya. Diduga kuat Ketua Gereja Injili di Indonesia (GIDI Tolitora Pdt. Nayus Wenea, S.Th dan Sekertaris Marthen Jingga, S.Th; MA. orang yang menciptakan kondisi permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin sebelum tragedi Idul Fitri yang memilukan di Tolikara
Advokat SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid mengatakan, pemerintah mempunyai tugas untuk menjaga keamanan dan ketentraman di wilayah NKRI, oleh karenanya langkah yang harus segera diambil adalah menangkap para pelaku baik pelaku di lapangan maupun intelektual dader (pelaku intelektual).
“Selesaikan, jangan ditunda-tunda, kami khawatir kalau tidak diselesaikan segera akan berdampak luas,” ujar Sylviani, dalam rilisnya Sabtu (18/7/2015).
Dia mengingatkan peristiwa serupa pada 1998 silam yang terjadi di Ambon meluas hingga ke beberapa wilayah di Kota Ambon akibat lambatnya penanganan dari pemerintah. Ia juga mempertanyakan kinerja dari Badan Intelejen Negara. “Seharusnya BIN sudah bisa mengantisipasi kejadian ini,” ucap Sylvi.
Kewajiban Pemerintah lanjutnya, adalah melindungi setiap pemeluk agama untuk melakukan aktifitas keagamaannya, sebagaimana yang dijamin dalam konstitusi.
“Kalau terbukti ada kelalaian dari pemerintah, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah lalai menjalankan konstitusi,” kata aktivis dan pengacara publik ini.
Ingat Ambon, pemerintah tak segera tangkap otak pembakaran Masjid Baitul Muttaqin akan berdampak luas
A. Z. Muttaqin Ahad, 2 Syawwal 1436 H / 19 Juli 2015 08:00
Masjid Baitul Muttaqin runtuh rata dengan tanah d bakar oleh gerombolan Kafir Kristen di Karubaga Kabupaten Tolikara, Papua saat kaum Muslimin shalat Idul Fitri 1436 H, Jum’at (17/7/2015), yang diotaki oleh Ketua Gereja Injili di Indonesia (GIDI Tolitora Pdt. Nayus Wenea, S.Th dan Sekertaris Marthen Jingga, S.Th; MA.
Laporkan iklan tak layak
JAKARTA (Arrahmah.com) – Pembakaran masjid oleh gerombolan kafir Kristen di Karubaga Kabupaten Tolikara, Papua saat kaum Muslimin shalat Idul Fitri 1436 H, Jum’at (17/7/2015), harus segera diselesaikan pemerintah dengan menangkap para pelaku dan desainernya. Diduga kuat Ketua Gereja Injili di Indonesia (GIDI Tolitora Pdt. Nayus Wenea, S.Th dan Sekertaris Marthen Jingga, S.Th; MA. orang yang menciptakan kondisi permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin sebelum tragedi Idul Fitri yang memilukan di Tolikara
Advokat SNH Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid mengatakan, pemerintah mempunyai tugas untuk menjaga keamanan dan ketentraman di wilayah NKRI, oleh karenanya langkah yang harus segera diambil adalah menangkap para pelaku baik pelaku di lapangan maupun intelektual dader (pelaku intelektual).
“Selesaikan, jangan ditunda-tunda, kami khawatir kalau tidak diselesaikan segera akan berdampak luas,” ujar Sylviani, dalam rilisnya Sabtu (18/7/2015).
Dia mengingatkan peristiwa serupa pada 1998 silam yang terjadi di Ambon meluas hingga ke beberapa wilayah di Kota Ambon akibat lambatnya penanganan dari pemerintah. Ia juga mempertanyakan kinerja dari Badan Intelejen Negara. “Seharusnya BIN sudah bisa mengantisipasi kejadian ini,” ucap Sylvi.
Kewajiban Pemerintah lanjutnya, adalah melindungi setiap pemeluk agama untuk melakukan aktifitas keagamaannya, sebagaimana yang dijamin dalam konstitusi.
“Kalau terbukti ada kelalaian dari pemerintah, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah lalai menjalankan konstitusi,” kata aktivis dan pengacara publik ini.
Surat GIDI (Foto: TPF LUIS) jelas berisi permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin di Papua
Sebelum kejadian tersebut telah beredar surat pelarangan kegiatan Solat dan penggunaan jilbab yang juga sudah ditembuskan ke pihak pemerintah. Ini merupakan salah satu bukti kelalaian pemerintah yang membiarkan adanya pihak yang ingin melawan Konstitusi. “Pembiaran ini yang dapat mengindikasikan pemerintah lalai menjalankan Konstitusi,” tutup Sylviani.
Sebelumnya Laskar umat Islam Surakarta juga telah meminta polisi segera menangkap provokator Nayus Wenea dan Marthen Jingga. (azmuttaqin/arrahmah.com)
Topik: GIDI, headline, kebring
Surat GIDI (Foto: TPF LUIS) jelas berisi permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin di Papua
Sebelum kejadian tersebut telah beredar surat pelarangan kegiatan Solat dan penggunaan jilbab yang juga sudah ditembuskan ke pihak pemerintah. Ini merupakan salah satu bukti kelalaian pemerintah yang membiarkan adanya pihak yang ingin melawan Konstitusi. “Pembiaran ini yang dapat mengindikasikan pemerintah lalai menjalankan Konstitusi,” tutup Sylviani.
Sebelumnya Laskar umat Islam Surakarta juga telah meminta polisi segera menangkap provokator Nayus Wenea dan Marthen Jingga. (azmuttaqin/arrahmah.com)
Topik: GIDI, headline, kebring
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
http://www.bergelora.com/nasional/kesra/2187-ada-brondongan-timah-panas-dahului-insiden-tolikara.html
Ada Brondongan Timah Panas Dahului Insiden Tolikara
Minggu, 19 Juli 2015Dilihat: 62
Salah satu korban tertembak aparat sebelum insiden, sedang digotong dari lokasi penembakan menuju Bandara Karubaga untuk dievakuasi ke RSUD Dok 2 Jayapura (Foto : Badan Pengurus GIDI). (Ist)JAYAPURA- Insiden di Tolikara yang menyebabkan terbakarnya sebuah rumah ibadah didahului dengan brondongan timah panas yang melukai 12 orang dan menewaskan seseorang. Hal ini dijelaskan olehPresiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pendeta Dorman Wandikmbo dalam kronologi yang diterima Bergelora.com di Jayapura, Papua, Sabtu (18/7).
Dibawah ini kronologi lengkap versi pimpinan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) atas insiden/peristiwa di Kabupaten Tolikara:
Pada Jumat, 17 Juli 2015, pukul 08.30 WIT, beberapa Pemuda gereja mendatangi kelompok umat Muslim yang sedang melangsungkan Sholad ied, dengan maksud menyampaikan aspirasi secara damai dan terbuka, bahwa sesuai (Peraturan Daerah) Kabupaten Tolikara, berdasarkan aspirasi Gereja dan Masyarakat – isinya boleh melaksanakan ibadah, tapi tidak menggunakan toa atau penggeras suara karena dapat menggangu ribuan pemuda yang bersiap untuk melangsungkan seminar dan KKR, apalagi jarak toa atau pengeras suara dengan tempat dilangsungkannya ibadah umat GIDI hanya berjarak sekitar 300meter.
Para pemuda juga ingin pertanyakan surat resmi Gereja yang pernah dikirimkan kepada Kepala Kepolisian (Kapolres) Tolikara, AKBP. Suroso, sejak dua minggu sebelum kegiatan seminar maupun idul fitri dimulai, “bahwa menggingat akan diselenggarakannya Seminar dan KKR Injili Pemuda Tingkat Pusat bertaraf Nasional/Internasional, pada tanggal 15-20 Juli 2015, maka diminta kepada pihak Muslim agar tidak melakukan kegiatan peribadatan dilapangan terbuka; tidak menggunakan pengeras suara dan ibadahnya cukup dilakukan didalam Mushola atau ruangan tertutup.”
Sebelumnya, dua minggu sebelum pelaksanaan kegiatan ibadah, Bupati Tolikara, Usman Wanimbo, dan Presiden GIDI, Pdt. Dorman Wandikmbo, juga sudah mendapat konfirmasi langsung dari Kapolres Kab. Tolikara tentang tanggapan positif surat Gereja yang dikirimkan kepada beliau, dan akan ditindak lanjuti, yakni memberitahukan kepada ratusan umat muslim, untuk dan melangsungkan ibadah di dalam ruang Mushola, dan tidak menggunakan penggeras suara.
Kemudian Bupati Tolikara dan President GIDI juga menyampaikan kepada Kapolres, dan kelompok umat Muslimin, bahwa gereja tidak melarang mereka beribadah, namun jangan dilapangan terbuka karena mengingat situasi dan kondisi seperti yang disampaikan masyarakat dan demi keamanan kita bersama, demi menjamin kegiatan berjalan lancar, aman dan kondusif, baik itu Seminar Pemuda maupun peribadatan Muslim, maka disarankan agar ibadah diadakan didalam Mushola. Dan sebagai wujud toleransi ini, Bupati Tolikara menyumbangkan 1 ekor sapi bagi umat Muslim di Kab. Tolikara.
Nah, ketika Pemuda hendak menyampaikan aspirasi ini didepan umum, secara tertib tiba-tiba seorang Pemuda tertembak timah panas tanpa ada perlawanan. Dan TNI/Polri melakukan penembakan bertubi-tubi mengakibatkan 12 orang Pemuda terkena peluru.
Akibat 12 pemuda tertembak didepan kerumunan masyarakat, maka masyarakat tidak terima dengan perbuatan penembakan tersebut dan langsung melakukan pembakaran terhadap beberapa kios, yang merembet hingga membakar Mushola (artinya tidak benar kalau para pemuda melakukan pembakaran Mushola), yang kebetulan ada ditengah ruko/kios (yang dibangun mengelilingi Mushola). Selain Mushola dan ruko/kios, juga terbakar rumah masyarakat Papua dan non-Papua.
Pkl.14.15 WIT (17 Juli 2015), 12 korban luka tembak tersebut di evakuasi ke Jayapura dan ke Wamena dengan menggunakan pesawat Cessna dan Helikopter yang ditangani langsung oleh President GIDI bersama Bupati Tolikara.
Salah satu korban luka tembak meninggal dunia a.n. ENDI WANIMBO (15) dan 11 orang masih dalam perawatan intensif di RSUD Dok 2 Jayapura dan di RSUD Wamena. Setelah evakuasi dilakukan, Bupati Tolikara, DPR Kab. Tolikara, Kapolres, Tokoh Agama dan Masyarakat melakukan pawai damai mengelilingi Tolikara untuk mengajak masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa dan sampai saat ini aman terkendali.
Pimpinan gereja juga menahan masyarakat untuk tidak melakukan aksi balasan terkait tewasnya satu anak usia sekolah. (Baca: 8 Point Pernyataan sikap Presiden GIDI di lampiran).
Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, 18 Juli 2015
Presiden GIDI
Pdt. Dorman Wandikmbo (HP: 081248604070)
Nb: Jika Pdt. Dorman susah dihubungi, bisa lewat Ketua Pemuda GIDI 081344354689)
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta maaf atas peristiwa di Tolikara, Papua, yang terjadi tepat pada saat hari raya Idul Fitri 1436 Hijriah, Jumat (17/7/2015). Dalam kerusuhan tersebut, terjadi pembakaran rumah, kios, dan mushala.
“Saya atas nama lembaga masyarakat adat Papua dan atas nama Presiden RI memohon maaf kepada seluruh masyarakat Muslim di seluruh Indonesia atas musibah di Tolikara,” ujar staf khusus presiden, Lenis Kogoya, dalam jumpa pers di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Sabtu (18/7) siang. (Yuliana Lantipo)
__._,_.___
Posted by: “Sunny” <ambon@tele2.se>
TERPOPULER
Bukan Karena Ibadah atau Speaker, Tapi Ini Yang Buat Jemaat GIDI Marah
Senin, 20 Juli 2015, 13:53 WIB
Komentar : 6
Sisa-sisa masjid Tolikara yang dibakar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Aksi kekerasan yang dilakukan jemaat Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) terhadap Muslim Tolikara, Papua dilakukan bukan karena kemarahan atas pelaksanaan ibadah salat Idul Fitri. Kemarahan warga justru karena perlakuan aparat keamanan yang berjaga di sekitar lokasi.
Presiden GIDI, Dorman Wandikmbo mengatakan aparat keamanan bertindak keras dengan tidak memberikan ruang demokrasi untuk berdiskusi. Hal ini menyusul aksi protes jemaat GIDI yang sebelumnya telah mengeluarkan aturan untuk tidak menggunakan pengeras suara saat pelaksanaan kegiatan ibadah.
“Jadi amukan dan kemarahan masyarakat bukan disebabkan oleh aktivitas ibadah umat muslim, tapi lebih karena tindakan dan perlakukan biadab aparat TNI/Polri, yang tidak membukan ruang demokrasi atau untuk mendiskusikan hal-hal yang baik bagi keberlangsungan ibadah kedua belah pihak,” kata Dorman lewat siaran pers yang diterima ROL, Senin (20/7).
Menurutnya, warga belum berdiskusi untuk menegosiasikan hal yang sebaiknya bisa dilakukan. Hanya saja aparat keamanan sudah melepaskan tembakan secara brutal dan membabi buta. Aksi aparat ini menyebabkan korban tewas dan luka dari pemuda GIDI.
Diketahui 11 orang terluka tertembak timah panas saat mencoba berdiskusi dengan warga setempat. Satu orang bocah berusia 15 tahun juga dilaporkan meninggal dunia akibat kericuhan tersebut.
Pelarangan penggunaan pengeras suara saat melaksanakan salat Idul Fitri memang dikeluarkan menyusul adanya seminar internasional yang diadakan tidak jauh dari lokasi kejadian. GIDI membantah tudingan melarang Muslim menjalankan ibadahnya namun hanya melarang penggunaan pengeras suara.
Recent Comments