Senin, 20/09/2010 | 21:29 WIB
Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyatakan sudah melakukan pembicaraan awal saat International Monetary Fund (IMF) akan melakukan stress test alias tes ketahanan pada 121 bank di Indonesia. Namun BI keberatan, sebab skenario yang dipilih IMF dinilai terlalu ekstrim.
Kepala Humas BI Difi Ahmad Johansyah menyatakan, dalam penyusunan awal skenario dan metode stress test, telah ada pembicaraan di level teknis antara BI dan IMF. Dan dalam diskusi penyusunan skenario tersebut, BI telah berkeberatan. “Skenario risiko yg dipilih IMF sangat ekstrim dan negatif,” ujar Difi seperti dilansir situs Tempo, Senin (20/9/2010).
Pertama, BI beranggapan, skenario anjloknya ekonomi yang diusulkan tim IMF tidak selaras dengan kondisi ekonomi Indonesia kedepan. Kedua, BI beranggapan, pemerintah dan BI tentunya tidak akan tinggal diam jika keadaan ekonomi sudah mengkhawatirkan.
“Pasti akan mengambil langkah-langkah penyelamatan untuk mencegah hancurnya perekonomian. Artinya pemerintah dan BI pasti bertindak pre emptif untuk mencegah skenario krisis tersebut terjadi,” kilah Kepala Humas BI ini.
Ketiga, BI juga berkeberatan kalau nantinya hasil stress test ini disalah artikan di kemudian hari. Karena itu, kata Difi, hasil stress test yang dilansir bukanlah suatu prediksi atau ramalan, tapi gambaran yang terjadi jika ekonomi sudah sangat mengkhawatirkan.
Difi melanjutkan, hasil Noan Performing Loan yang terjadi akan sangat berbeda jika dasar skenarionya juga berbeda. “Kalau skenarionya lebih positif, maka NPL yg dihitung juga akan semakin baik,” kata Difi. Dan BI sendiri dalam melakukan stress test menggunakan skenario yg lebih sesuai dengan kondisi perekonomian. (*)
Selasa, 21/09/2010 08:15 WIB Inflasi 2,78% Sulit Terulang Ramdhania El Hida – detikFinance
Jakarta – Indonesia tidak akan pernah mengalami inflasi di bawah 5% jika menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 6%. Inflasi seperti tahun 2009 yang sebesar 2,78% akan sulit dicapai kembali. Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan menjelaskan, inflasi yang rendah pada tahun 2009 terjadi karena perekonomian dunia sedang kontraksi akibat krisis ekonomi tahun 2008. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang juga rendah, hanya 4,5%.”Peristiwa 2009 dimana inflasi 2,78% akan sulit kita capai. Pada 2009, inflasi 2,78% dilatarbelakangi krisis. Pertumbuhan cuma 4,5%, dunia kontraksi, harga komoditas rendah. Baru sekali imported inflation justru positif dan menurunkan inflasi,” ujar Rusman dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/9/2010) malam.Rusman mencatat selama 10 tahun belakangan ini, tidak akan terjadi inflasi di bawah 5% jika pertumbuhan ekonominya di atas 6%.”Tapi dari pengalaman 10 tahun ini, kalau menargetkan pertumbuhan di atas 6%, tidak pernah terjadi inflasi di bawah 5%,” ujarnya.Oleh sebab itu, lanjut Rusman, dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% pada tahun 2011, inflasi sebesar 5,3% merupakan target yang optimistis. Apalagi dengan keadaan perekonomian dunia yang masih menggeliat sehingga dapat memengaruhi imported inflation.”Kalau 2011, pertumbuhan 6,3%, maka inflasi 5,3% sudah termasuk terlalu optimis. Apalagi semua negara berusaha memperbaiki ekonomi, dan kecenderungan harga komoditas naik. Ini boleh jadi akan memengaruhi imported inflasi,” tandasnya. (nia/qom)
Baca juga :
- Harga Beras Jadi Musuh Inflasi di 2010
- BPS Bingung Jelaskan Alasan Kenaikan Harga Beras
- BPS: Kenaikan TDL Nasional Rata-rata 15,07%
Selasa, 21/09/2010 07:03 WIB
Resesi Dinyatakan Berakhir, Wall Street Melesat
Nurul Qomariyah – detikFinance
New York – Bursa Wall Street melesat ke titik tertingginya dalam 4 bulan terakhir, dipicu optimisme investor setelah adanya kabar yang menyebutkan resesi di AS secara resmi sudah berakhir sejak Juni 2009.
Investor kembali bersemangat setelah Biro Riset Ekonomi Nasional AS mengatakan, resesi terpanjang yang terjadi sejak perang dunia II secara resmi sudah berakhir pada Juni 2009. Namun itu tidak berarti perekonomian AS sudah berakhir pada kapasitas normalnya.
“Pengumuman dari Biro Riset Ekonomi Nasional itu adalah senjata yang manis, secara psikologis karena memberikan perkembangan lebih besar dari yang diharapkan pasar,” ujar Bruce McCain, chief investment strategist Key Private Bank seperti dikutip dari Reuters, Selasa (21/9/2010).
Pada perdagangan Senin (20/9/2010), indeks Dow Jones ditutup menguat 145,77 poin (1,37%) ke level 10.753,62. Indeks Standard & Poor’s 500 juga mengat 17,12 poin (1,52%) ke level 1.142,71 dan Nasdaq menguat 40,22 poin (1,74%) ke level 2.355,83.
Namun volume perdagangan masih sangat tipis yakni hanya sebesar 7,16 miliar lembar saham, di bawah rata-rata tahun lalu yang mencapai 9,65 miliar lembar saham.
Penguatan saham-saham terjadi sehari menjelang pertemuan Bank Sentral AS pada Selasa ini. The Fed diprediksi akan mempertahankan suku bunga rendah di kisaran 0-0,25% dan juga kebijakan moneternya guna mendukung pemulihan ekonomi AS.
(qom/qom)
Baca juga :
Selasa, 21/09/2010 07:32 WIB
Rekomendasi Saham IHSG Ikut Menunggu Rapat The Fed
Nurul Qomariyah – detikFinance
Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin akhirnya mengalami koreksi setelah terus menerus melonjak menembus rekor tertingginya. Namun penguatan saham Bakrie 7 berhasil menahan laju penurunan IHSG.Pada penutupan perdagangan Senin, (20/9/2010), IHSG ditutup melemah 13,671 poin (0,40%) ke level 3.370,982. Sedangkan Indeks LQ 45 juga turun 4,703 poin (0,73%) ke level 634,599.Setelah koreksi tersebut, IHSG masih dalam posisi yang rawan koreksi. Kendati potensi penguatan IHSG masih ada selama perdagangan Selasa (21/9/2010) ini.”Kami melihat indeks berpotensi bergerak terbatas dengan menunggu hasil pertemuan oleh The Fed pada hari ini yang akan membahas kebijakan moneter di negara tersebut,” jelas eTrading Securities dalam analisisnya.”Indeks masih rawan terkoreksi, pergerakannya dalam jangka pendek cenderung mixed. Pergerakan indeks kami perkirakan berkisar antara 3310-3403,” ulas Erdikha Sekuritas dalam rekomendasinya.Sentimen positif datang dari penguatan bursa-bursa utama dunia. Bursa Wall Street melesat ke titik tertingginya dalam 4 bulan terakhir, dipicu optimisme investor setelah adanya kabar yang menyebutkan resesi di AS secara resmi sudah berakhir sejak Juni 2009.Pada perdagangan Senin (20/9/2010), indeks Dow Jones ditutup menguat 145,77 poin (1,37%) ke level 10.753,62. Indeks Standard & Poor’s 500 juga mengat 17,12 poin (1,52%) ke level 1.142,71 dan Nasdaq menguat 40,22 poin (1,74%) ke level 2.355,83.Sementara Bursa Jepang yang baru saja libur panjang juga langsung menguat. Indeks Nikkei-225 mengawali perdagangan Selasa dengan kenaikan 74,79 poin (0,78%) ke level 9.700,88.Berikut rekomendasi saham untuk hari ini:eTrading Securities:Pada perdagangan hari Senin (20/9) IHSG ditutup melemah 0.4% ke level 3,370.98. Penguatan IHSG pada hari kemarin kembali dipimpin oleh grup B7 dan saham-saham second liner. Asing tercatat melakukan net buy sebesar 61 miliar dimana pembelian banyak terjadi pada sektor coal mining, metal dan semen. Untuk rekomendasi hari ini, kami melihat saham B7 serta saham second liner masih layak untuk dicermati. IHSG kami perkirakan bergerak pada kisaran 3,340 – 3,400, kami melihat indeks berpotensi bergerak terbatas dengan menunggu hasil pertemuan oleh The Fed pada hari ini yang akan membahas kebijakan moneter di negara tersebut. Saham pilihan untuk hari ini adalah BNBR, BBKP dan NIKL.Kresna Graha Sekurindo:Minimnya katalis hari ini membuat sebagian pelaku pasar mulai melakukan profit taking sehingga IHSG berada di teritory negative. Stochastic dan RSI menunjukkan sebagian big cap telah berada di area jenuh beli sehingga rawan koreksi. Untuk hari ini IHSG diperkirakan bergerak di kisaran 3,330-3,415 dengan UNVR dan AALI.
Erdikha Sekuritas:IHSG ditutup melemah 13.67 point menjadi 3370.98 (-0.40%). Saham-saham sektor perbankan menjadi salah satu pemicu pelemahan indeks, Namun kenaikan saham grup Bakrie dan sektor konsumsi membuat pelemahan indeks tidak dalam. Indeks masih rawan terkoreksi, pergerakannya dalam jangka pendek cenderung mixed. Pergerakan indeks kami perkirakan berkisar antara 3310-3403. Saham-saham sektor konsumsi masih menarik untuk dikoleksi.
Finan Corpindo Nusa:Aksi profit taking sejumlah saham unggulan seperti PGAS, ASII dan BMRI menyebabkan IHSG terkoreksi namun aksi beli saham-saham Grup Bakrie berhasil menahan penurunan indeks. Untuk Selasa, IHSG diperkirakan bergerak di kisaran 3.345 hingga 3.400. (qom/qom)
Selasa, 21/09/2010 08:11 WIB
GWM Naik, BI Yakin Tak Ada Kekurangan Likuiditas
Herdaru Purnomo – detikFinance
Jakarta – Kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi 8% diyakini Bank Indonesia (BI) tidak akan mengakibatkan terjadinya keketatan llikuiditas. Bank Sentral yakin kredit perbankan masih dapat tumbuh hingga 40% meski ada kebijakan itu.Demikian diungkapkan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR-RI di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Senin malam (20/09/2010).”Jadi tidak akan ada keketatan likuiditas. Kalau ditanyakan berapa kemampuan perbankan kita untuk salurkan kredit dengan adanya kenaikan GWM itu sebenarnya untuk capai kenaikan kredit 35-40% persen pun, likuiditas bank kita masih cukup,” ungkap Darmin.Darmin menambahkan, bank sentral melihat ada kelebihan likuiditas besar di pasar. Sehingga menurut Darmin, dalam situasi tekanan inflasi yang sudah muncul, kelebihan likuiditas tersebut bisa berperan untuk mendorong inflasi.”Karena itu, apa yang diwajibkan BI dengan menaikkan GWM dari 5% ke 8% itu salah satu cara untuk kurangi likuiditas,” jelasnya.Darmin pun menceritakan, pada tahun 2008, BI juga sempat menurunkan GWM sebagai upaya untuk memperbesar likuiditas di pasar karena menghadapi krisis yang terjadi.”Kemudian pemerintah mendesain sejumlah stimulus, termasuk memindahkan uang dari BI ke 3 bank BUMN, sehingga mengakibatkan terjadinya kelebihan likuiditas di pasar hingga saat ini,” tuturnya.Ia menambahkan, bank sentral juga menerbitkan aturan yang mengkaitkan LDR (Loan To Deposit Ratio) dengan GWM. Menurutnya, LDR perlu didorong naik karena agar kredit bisa terus bertambah.”Dan memang kita percaya, hal ini bisa dorong kredit dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Jika sekarang kredit sudah tumbuh 22% year on year maka kita optimistis kredit hingga 24% itu akan sampai dan mencukupi. pertumbuhan ekonomi hingga 6% di 2010,” imbuhnya. (dru/qom)
Baca juga :
- Aturan GWM Berdasarkan LDR Bakal Gairahkan Sektor Riil
- 3 Bank Besar Terancam Kena Sanksi BI
- Bank Mandiri ‘Pasrah’ Memilih Bayar GWM Lebih Besar
Selasa, 21/09/2010 07:22 WIB
Harga Emas Lagi-lagi Cetak Rekor
Nurul Qomariyah – detikFinance
Foto: Reuters
New York – Harga emas kembali melonjak mencetak rekor terbarunya. Terus melemahnya dolar AS terus memicu investor untuk berburu logam mulia ini.Pada perdagangan Senin (20/9/2010), harga emas di pasar spot menembus US$ 1.283,70 per ounce sebelum akhirnya surut lagi. Harga emas akhirnya bertahan di level US$ 1.277,60 per ounce, naik dibandingkan penutupan akhri pekan lalu di level US$ 1.275,95. Sedangkan harga emas berjangka untuk pengiriman Desember tercatat naik 3,30 dolar ke level US$ 1.280,80 per ounce.Para pialang mengatakan, pasar kini sedang fokus menanti hasil pertemuan Bank Sentral AS (The Fed). Namun para ekonom memperkirakan tidak akan banyak program stimulus ekonomi baru yang akan diluncurkan The Fed. Kemungkinan The Fed mempertahankan kebijakan stimulusnya membuat para pialang merasa harga emas semakin bullish. Harga emas dinilai masih rendah jika dilakukan penyesuaian terhadap inflasi, yang bisa mencapai US$ 2.200 per ounce. “Ada kemungkinan kita bia mendapatkan paling tidak beberapa petunjuk yang akan membawa ke pengenduran kebijakan dan itulah yang ingin didengarkan oleh pasar emas,” ujar Bill O’Neill, analis dari LOGIC Advisors seperti dikutip dari Reuters, Selasa (21/9/2010).Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah manager hedge fund besar seperti George Soros dan John Paulson terus memburu emas sehingga menyebabkan harganya melonjak hingga 17% hingga hari ini. Harga emas tercatat lebih tinggi dari indeks S&P 500, yang naik kurang dari 2% sepanjang tahun ini. “Semua orang berselancar di gelombang yang sama, dan jelas sekali dana-dananya. Kita tidak pernah melihat kenaikan seperti ini jika tidak ada uang besar dibaliknya,” ujar Miguel Perez-Santalla, vice president Heraeus Precious Metals Management.Namun pekan lalu Soros mengingatkan emas sudah mencapai puncak bubble dan kemungkinan tidak aman dan tidak bertahan selamanya. (qom/qom)
Recent Comments