Utamakan Ayo Kerja Produktif
Rabu, 11 Maret 2015 – 13:14 WIB
Dr Ir Pandji R Hadinoto MH
Suara Pembaca:
Utamakan Ayo Kerja Produktif
Adalah 7 (tujuh) ciri manusia Indonesia [Mochtar Lubis 6 April 1977] yakni 1) hipokrit, senang berpura-pura, lain dimuka lain di belakang, serta suka menyembunyikan yang dikehendakinya karena takut mendapat ganjaran yang merugikan dirinya, 2) segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusan dan pikirannya, atau sering mengalihkan tanggung jawab tentang suatu kesalahan dan kegagalan kepada orang lain, 3) berjiwa feodalis, senang memperhamba pihak yang lemah, senang dipuji, serta takut dan tidak suka dikritik, 4) percaya pada takhyul dan senang mengkeramatkan sesuatu, 5) berjiwa artistik dan sangat dekat dengan alam, 6) mempunyai watak yang lemah serta kurang kuat mempertahankan keyakinannya sekalipun keyakinannya itu benar. Suka meniru, 7) kurang sabar, cepat cemburu dan dengki.
Oleh sebab itu, Gerakan 70 tahun Indonesia Merdeka [JokoWi, Kilometer 0 Indonesia] yang serukanĀ kerja, kerja, kerja saja tidaklah cukup untuk menggapai Indonesia Jaya 2045, perlu lebih terarah semisal kerja produktif, tertib, bermanfaat, konstruktif, efisien, efektif, tepat sasaran dst. Begitu juga pola gotong royong, baiknya bertekad gotong royong Pancasila, karena gotong royong saja bisa dikiprahkan juga oleh aksi-aksi korupsi berjamaah, dan lain sebagainya.
Kerja gotong royong itu baik untuk optimasi namun butuh Persatuan Pekerja merujuk misalnya pada 9 Maret 2015 yang 54 tahun usia persatuan demi kesatuan kepanduan di Indonesia dan diputuskan untuk mewadah ke satu moda yaitu Gerakan Praja Muda Karana, dan butuh 33 tahun sejak Persaoedaraan Antar Pandoe Indonesia (PAPI) diprakarsai pada 23 Mei 1928 oleh Pandoe Kebangsaan (d/h Jong Java Padvinderij) bersama Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) dan Indonesische Nationale Padvinders Organisatie (INPO).
Disamping itu pada 7 Maret 2015 yang baru lalu telah terukir 1 (satu) abad sejak ikrar “Mempererat persaudaraan diantara suku2 bangsa di Indonesia” oleh Tri Koro Dharmo yang juga berikrar kemuliaan “Mengabdi pada tanah air berdasar cinta”. Ikrar-ikrar mulia itu butuh 30 tahun untuk bermuara ke Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945 dan sebelumnya butuh 13 tahun mewujud pada Sumpah Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928.
Dalam konteks capaian Indonesia Jaya 2045, ada rentang 30 tahun sejak 2015 ini untuk merawat bahkan mengkokohkan Persatuan Indonesia demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh perangkat tatanilai kemuliaan yang lebih komprehensif. Dalam kaitan ini misal tersedia SAVE INDONESIA berbasis http://m.edisinews.com/berita-piagam-karakter-pandu-indonesia.html [MAPINDO Majelis Pandu Indonesia 27 Desember 2014] yang dapat dirujuk publik.
Baik tempus 17 Agustus 1945 maupun 9 Maret 1961 adalah muara akumulasi rekam jejak dinamika Persatuan Indonesia positif produktif konstruktif, sehingga kini dan esok perlu juga dijaga dinamika Persatuan Indonesia sedemikian rupa agar senantiasa melekat erat di semua sendi2 dan simpul2 kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara.
Jakarta, 11 Maret 2015
MAPAN – Majelis Adat Pancasila
Pandji R Hadinoto, Nasionalis Pancasila
MAPINDO Majelis Pandu Indonesia
MAPAN Majelis Adat Pancasila
Editor : http://www.jakarta45.wordpress.com
Sumber Berita: http://www.edisinews.com
http://edisinews.com/berita-utamakan-ayo-kerja-produktif.html#ixzz3U8wL4b5U
Delapan Rumusan Pancasila
Sepanjang sejarah terdapat delapan rumusan Pancasila, dua di antaranya merupakan hasil rekayasa rezim Orde Baru. Keenam formula yang tidak direkayasa itu adalah sebagai berikut.
Pertama, Pancasila yang disampaikan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, dengan urutan (1) Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau Peri-kemanusiaan, (3) Mufakat atau Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, dan (5) Ketuhanan. Bung Karno yang pertama menyebut istilah Pancasila dan pertama kali pula membahas ādasar negaraā seperti yang diminta oleh pimpinan sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan).
Seusai dengan persidangan pertama BPUPK tanggal 1 Juni 1945 dibentuk panitia kecil yang terdiri atas delapan orang, diketuai Soekarno dengan anggota M Hatta, M Yamin, A Maramis, Otto Iskandardinata, Sutardjo Kartohadikusumo, Ki Bagus Hadikusumo, dan Wachid Hasyim, untuk menampung masukan dari anggota BPUPK lainnya. Kemudian Soekarno mengubah komposisi tim ini menjadi sembilan orang, Soekarno masih ketua, dengan anggota M Hatta, M Yamin, A Maramis, Subardjo, Wachid Hasyim, Kahar Muzakkir, Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosuyoso.
Panitia sembilan ini merumuskan Pancasila tanggal 22 Juni 1945 (dikenal sebagai Piagam Jakarta) sebagai berikut: (1) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, (2) Menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini merupakan rumusan kedua.
Rumusan ketiga adalah rumusan yang disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai bagian dari Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Formula keempat dan kelima adalah Pancasila sebagai bagian dari mukadimah Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Bunyinya sama, yakni (1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Peri Kemanusiaan, (3) Kebangsaan, ( 4) Kerakyatan, dan (5) Keadilan Sosial. Konsep keenam adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam Dekrit Presiden 5 Juli tahun 1959 yang menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.
Rekayasa Orde Baru
Konsep rekayasa atau rumusan ketujuh adalah rumusan yang diciptakan Orde Baru dengan menyatakan bahwa M Yamin telah berpidato sebelum Soekarno tentang dasar negara (tanggal 29 Mei 1945). Di dalam buku tipis Nugroho Notosusanto, Naskah Proklamasi Yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik (terbit tahun 1971) digambarkan rumusan Yamin, yakni (1) Peri-Kebangsaan, (2) Peri-Kemanusiaan, (3) Peri-Ketuhanan, (4) Peri-Kerakyatan, (5) Kesejahteraan Rakyat.
Ini dikutip dari buku M Yamin yang terbit tahun 1959 yang tampaknya ditulis kemudian, artinya pada tanggal 31 Mei Yamin tidak berpidato sepanjang 21 halaman karena waktu yang tersedia hanya 120 menit untuk 7 pembicara. Belum puas dengan mendahulukan Yamin dari Soekarno, pada tahun 1981 (Nugroho Notosusanto, Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara) dibuat lagi rekayasa tambahan dengan menampilkan rumusan Pancasila ala Supomo yang terdiri atas (1) Persatuan, (2) Kekeluargaan, (3) Keseimbangan Lahir dan Batin, (4) Musyarawah, (5) Keadilan Rakyat. Pidato Supomo tanggal 31 Mei 1945 itu sebetulnya membahas syarat-syarat berdirinya sebuah negara, yakni adanya wilayah, rakyat, dan pemerintahan, bukan tentang dasar negara. Ini bisa disebut formula kedelapan.
Dari delapan rumusan Pancasila tadi, dua yang direkayasa oleh rezim Orde Baru jelas palsu, sedangkan keenam lainnya adalah otentik. Mana yang kita gunakan? Tentu yang disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945 seperti yang kita pakai sekarang. Memang Pancasila dilahirkan tanggal 1 Juni 1945, tetapi perumusannya berlanjut sampai dengan tanggal 18 Agustus 1945. Menurut peneliti senior Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, AB Kusuma (Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, 2004), tanggal 22 Juni 1945, axiological hierarchy-nya berubah, nilai moral, yaitu āKetuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islamā diangkat ke atas, dijadikan norma utama (norma normarum).
Setelah disetujui oleh rapat pleno BPUPK yang hanya terdiri atas wakil-wakil dari Jawa, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI yang meliputi wakil-wakil dari seluruh Indonesia mengubah rumusan Pancasila dengan mengurangi ātujuh kataā (ādengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknyaā) dan menambahkan ātiga kataā (āYang Maha Esaā). Jadi, rumusan Pancasila yang sah menurut AB Kusuma adalah rumusan PPKI, rumusan dari wakil-wakil selurah rakyat Nusantara setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penghilangan ātujuh kataā dan penambahan ātiga kataā merupakan hasil kompromi para founding fathers dan founding mothers (ada dua orang anggota perempuan) sekaligus menunjukkan kenegarawanan.
Dewasa ini terdapat istilah āPancasila 1 Juniā seperti yang digunakan oleh sebagian kelompok nasionalis. Menurut hemat saya, ungkapan itu merupakan protes atau penolakan terhadap sejarah Orde Baru yang mereduksi peran Soekarno sebagai penggali Pancasila dengan menampilkan Yamin dan Supomo seakan-akan telah berpidato tentang dasar negara sebelum Bung Karno. Sangat arif bila Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengeluarkan keputusan presiden menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila.
Tanggal 18 Agustus telah ditetapkan Presiden sebagai hari lahir Konstitusi dengan Keputusan Presiden No 18 Tahun 2008. Kenapa tanggal 1 Juni masih ditolak? Pancasila memang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, tetapi Pancasila bukanlah pasal atau ayat konstitusi, melainkan menjiwai, artinya Pancasila berada di atas UUD 1945.
ASVI WARMAN ADAM
Sejarawan LIPI
Recent Comments