03
Nov
10

Press Release Pengukuhan Pejoang45 Almarhum Prof Dr Soetopo (1898 – 1982)

Kota Jakarta Pancasila (JP)

Aspirasi Terkait Pembatalan ke Belanda

 

Press Release Hari Pahlawan 10 Nopember 2010

Pengukuhan Pejoang 45 Almarhum Prof Dr Soetopo

Mempertimbangkan Surat Rekomendasi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor KM/Menkes/904/VII/2010 tanggal 13 Juli 2010 yang antara lain mengutarakan bahwa (1) almarhum Prof Dr Soetopo adalah Menteri Kesehatan pada Zaken Kabinet 6 Januari sd 6 September 1950 adalah (2) pernah memimpin dokter-dokter Indonesia dalam pertemuan dengan pihak dokter Belanda yang ditangkap dan diasingkan oleh arek-arek Suroboyo, (3) menyerukan bantuan saat pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya yang dipimpin Bung Tomo dan meminta bantuan Jawatan Kereta Api untuk mengangkut korban ke jurusan Malang dan Jombang serta memerintahkan evakuasi korban perang, (4) penerima Bintang Mahaputera Utama sesuai Keppres 039/TK/Th 1968, (5) penerima Bintang Satya Lencana Karya Satya dan Satya Lencana Peringatan Perjoangan Kemerdekaan berdasarkan UU No. 4 tahun 1959, dan memperhatikan Surat Keputusan Dewan Harian Daerah, Badan Pembudayaan Kejuangan 45, Provinsi DKI Jakarta Nomor SKEP.034/BR/ 101007 tanggal 7 Oktober 2010 tentang Tanda Penghargaan Pemancangan Bambu Runcing di Pusara Eksponen Angkatan-45 berikut Tanda Penghargaan Angkatan 45, maka bersama ini disampaikan pemberitahuan Pengukuhan Pejoang 45 almarhum Prof Dr Soetopo diadakan di Taman Pemakaman Keluarga Kuncen, Jl. Surodinawan (muka lokasi RSUD Mojokerto), Kota Mojokerto, Jawa Timur pada tanggal 10 Nopember 2010, dipimpin oleh Ketua Dewan Harian Cabang 45 Kota Mojokerto, Bapak Yoeti Alwi.

Almarhum Prof Dr Soetopo terlahir tahun 1898 dan wafat tahun 1982, terakhir bertempat tinggal di Surabaya, meninggalkan seorang istri (kini berusia 98 tahun, pendiri Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta, jl. Gebang Putih No. 5, Surabaya) dan seorang putera, dr Widodo Soetopo DPH (mantan Staf Ahli Menteri Kesehatan).

Sungguh satu kebanggaan tersendiri bagi keluarga besar Pejoang 45 pada umumnya dan keluarga besar Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten serta Kota Mojokerto pada khususnya, untuk dapat memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember 2010 bersama almarhum Prof Dr Soetopo, eksponen Angkatan 45.

Jakarta, 1 Nopember 2010

Atas nama keluarga besar almarhum,

DR Ir Pandji R Hadinoto, MH / Anggota DHD45 DKI Jakarta , KTA No. CB.04.05.01866

HP : 0818284545 / eMail : pakar45@yahoo.com

Lampiran III.2.

PERJUANGAN KESEHATAN DISURABAYA

(oleh Prof. dr. M Soetopo dan dr Moh. Soewandhie)

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan Indonesia merdeka, dan menginstruksikan untuk mengambil alih kekuasaan pe-merintah. Ini mula-mula terjadi dengan perundingan-perundingan karena fihak Indonesia tidak bersenjata, kemudian dengan kekerasan.

Suatu insiden bersejarah terjadi pada waktu rakyat melawan Kenpetai (Polisi Militer Jepang) di gedung “Raad van Justitie”. Kenpetai yang mula-mula sudah sanggup menyerah, tiba-fiba melepaskan tembakan; mereka diserbu oleh rakyat secara kalap dan semua orang-orang Jepang dibunuh, berpuluh-puluh rakyat yang menyerang menjadi korban, mati dan/atau luka.

Sesudah gudang-gudang senjata tentara Jepang dapat dikuasai oleh rakyat, maka letusan-letusan senjata siang dan malam terdengar sebagai latihan memperguna-kan senjata-senjata oleh rakyat. Di jalan-jalan besar berkeliaran tank-tank dengan poster-poster yang dikemudikan oleh rakyat, meriam-meriam dibawa keliling dan diperlihatkan oleh bekas Peta, Heiho, Seinendan, kepada rakyat. Tentara Jepang yang melawan dan tak mau menyerah kepada kehendak rakyat ditindak tegas. Rakyat yang bertahun-tahun dikekang oleh Belanda dan kemudian oleh kekejaman tentara Dai Nippon, merayakan kebebasan jiwa-raga, tidak lagi ada tindasan, tidak ada penjajahan. Pekik “Merdeka” berkumandang di mana-mana, bendera merah putih serentak berkibar di tiap-tiap rumah dan merah putih menempel di tiap dada rakyat. Rakyat bergolak, anggauta-anggauta tentara Dai Nippon ditawan di tempat-tempat tertentu.

Orang-orang tua dan pemimpin-pemimpin pemuda mengadakan rapat-rapat, berunding apa yang harus dikerjakan selanjutnya. frubungan dengan Jakarta mulai lancar, berkat usaha Bung Tomo. Instruksi-instruksi dan pusat diterima. peme-rintahan Republik Indonesia mulai terorganisir, BKR (Barisan Keamanan Rakyat) mulai dibentuk di mana-mana, pemuda-pemuda mulai mengorganisin diri, bermarkas di gedung Simpang. Hisbullah, Sabilillah, AMI, BKR Laut, Pemuda Pabrik, Serikat Buruh, Barisan Buruh, Pemuda Pelajar dan iain-lain semua merupakan gerombolan-gerombolan bersenjata yang berlatih dan menyiapkan diri untuk menghadapi musuh.

17 September 1945 Palang Merah Indonesia cabang Surabaya lahir di bawah pimpinan Walikota Bapak Radjamin, dan sebagai sekretaris diangkat Mr Hadi. Rapat pembentukan diadakan di gedung bekas nimah perabesar Belanda di rauka Balai Simpang. Sebagian dan dokter-dokter muda bekas Peta di antaranya dr Irsan Rajamin dan dr Soewondo ikut serta, sedangkan dokter-dokter Balai Kesehatan Kota ditunjuk piila sebagai anggotanya. Dokter Moh. Soewandliie ditunjuk sebagai penghubung dan Rumah Sakit Simpang merupakan induk.

Kota Surabaya, dalam suasana gembira mabuk kemerdekaan dan kebebasan, temyata tidak melupakan persiapan dan kesiapan guna menyambut akan datangnya Inggeris dan Belanda dengan kapal-kapal perang dan tentaranya. Rakyat Surabaya yang bersenjata berlatih secara kemiliteran di bawah pimpinan pemuda*pemuda bekas Peta dan Heiho, mengadakan penjagaan di rauka gang-gang kampung, lainnya mengadakan latihan dapur umum, latihan kepalang-merahan. Pusat Rumah Sakit Umum Simpang disiapkan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan korban bentrokan rakyat melawan pasukan-pasukan Inggeris yang membantu Belanda.

PRSU Simpang mula-mula tetap dipimpin oleh dr Moh. Syaaf, tetapi setelah diadakan rapat para dokter dan buruh rumah-sakit, maka dr Soetopo diangkat sebagi dokter pemimpin PRSU dalam perjuangan, didampingi oleh dr Rachmat, dr Soemadiyono dan mantri Sosro. Peristiwa yang menyedihkan adalah penahanan oleh Pemuda Republik Indonesia terhadap dr Moh. Syaaf, dr Zainal dan dr Biran, untung mereka sesudah beberapa hari dilepaskan kembali.

Rumah Sakit Karangmenjangan yang dulunya dipakai sebagai Rikugun Byoin dikuasai kembali oleh PRSU dan yang ditugaskan di situ dokter-dokter Sugiri, Roestamaji dan lain-lain, sedangkan Rumah sakit “William Booth” disiapkan pula untuk cadangan perawatan. Rumah Sakit Katolik dikuasai oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menamakan dirinya Angkatan Laut Indonesia, di mana tergantung dokter partikelir B.A.S. Gerungan, sedangkan Rumah Sakit Darmo tetap merawat penderita-penderita sakit biasa. Poliklinik-poliklinik dalam kota merupakan pos-pos pertolongan pertama, di antaranya poliklinik Muhammadiyah, poliklinik Tiong Hoa le Wan, poliklinik Jawatan Kesehatan Kota, RS Sint Melania dan lain-lain.

Organisasi pemerintahan mulai disempurnakan dengan diangkatnya Residen Bojonegoro Pak Soeryo menjadi Guberaur jawa Timur, Pak Sudirman sebagai Residen Surabaya dan Pak Radjiman sebagai Walikota Surabaya. Dalam pembentukan staf guberauran dr Moh. Soewandhie dari DKK diangkat sebagi kepala bagian kesehatan provinsi.

Suasana kota Surabaya sekaligus menjadi panas waktu Inggeris mendaratkan tentaranya Gurka dan mulai mengadakan hubungan dengan pemerintahan RI dalam usahanya menyelamatkan kelompok-kelompok orang Belanda yang harus dikeluarkan dari tempat-tempat tahanan dan ditampung di hotel-hotel besar sebagai “Oranje hotel” dan “Vrijmetselaars loge”. Kelompok-kelompok orang Belanda ini dalam keadaan sama gembira bebas dari tawanan Jepang tiga tahun, bersuka-ria di jalan-jalan besar karena merasa menang perang dan menunjukkan dua jari tangannya berbentuk V, yang berarti “Victorie” sebagai tanda menang.

Rakyat Surabaya, yang melihat sikap-sikap congkak dari Belanda itu seakan-akan mereka berkuasa lagi di Indonesia, marahnya meluap-luap hingga terjadi insiden-insiden antaranya insiden “Ploegman” di Oranje hotel yang mengibarkan bendera merah-putih-biru di atas pintu gerbang hotel. Dengan tidak ragu lagi beberapa pemuda naik tangga pintu gerbang dan merobek kain birunya hingga menjadi bendera merah-putih yang terus berkibar dengan megahnya. Insiden lain terjadi di markas PRI di Balai “Simpang”, dimana Belanda ditangkapi kembali dan diasingkan.

Pihak dokter-dokter Belanda di bawah pimpinan kapten dr Timmerman dan letnan dokter Roebiyono minta hubungan dengan dokter-dokter Indonesia di bawah pimpinan dr Soetopo, dr Maryitno, dr. Moh. Soewandhie. Pertemuan diadakan dalam suasana ramah-tamah, dokter dari fihak Belanda kapten Timmerman adalah bekas guru Nederlandsch Indische Artsenschool, Roebiyono adalah lulusan NIAS, sedang, fihak dokter Indonesia, dr Soetopo adalah bekas guru NIAS, Maryitno dan Soewandhie pun1 bekas murid NIAS. Kita berpisah baik-baik, Timmerman menyanggupkan bantuan obat-obatan.

Insiden-insiden menjadi-jadi: di Darmo melawan Gurka-Belanda, di Genteng dengan Gurka, di gedung HBS jalan Kusumabangsa dan paling serem adalah insiden Internatio, di mana bekas Daidanco Mohammad dan Kundan (sebagai interpreter) mengadakan kontak dengan Inggeris. Banyak di luar gedung siap-siap berhadapan dengan Gurka-Gurka tentara Inggeris, Bentrokan bersenjata terjadi padahal Mohammad dan Kundan masih dalam gedung Internatio. Jenderal Mallaby setelah berunding dengan dr Soegiri hilang dalam perjalanan dalam suatu mobil menuju Internatio.

Rumah-sakit mulai sibuk lagi, penderita-penderita penyakit biasa sudah dipulangkan, perawatan dikhususkan untuk korban-korban bentrokan, banyak pula korban dalam insden gedung radio Surabaya. Gurka-Gurka, yang menguasai gedung besar di muka rumah-sakit Simpang itu, diserbu habis. Karena tentara Inggeris mulai kewalahan menghadapi rakyat Surabaya. Presiden Soekarao didatang-kan atas permintaan Inggeris untuk menentramkan rakyat Surabaya. Keadaan tenteram ini rupanya dipergunakan oleh Inggeris untuk”mendatangkan bala bantuan. Setelah mereka merasa kuat, Jenderal Mansergh mendadak mengeluarkan ultimatum-nya pada tanggal 9 Nopember 1945. Rakyat Surabaya serentak menolak, Gubernur Soeryo dan lain-lain pemimpin merestui penolakannya dan mulailah serangan-serangan besar-besaran oleh Inggris-Belanda, terutama dengan meriam dari kapal-perangnya dan bombardemennya oleh Angkatan Laut di atas kota Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945, sedang pertempuran-pertempuran terjadi di sekitar daerah pelabuhan.

Korban-korban pertama, yang diangkut ke pos-pos pertolongan kedokteran, terdiri dari pemuda-pemuda bersenjata beruniform dan rakyat bersenjata keris dan bambu runcing; di antara korban-korban pertama ini termasuk pemuda Soerahman dan Abdul Wahab, yang diangkat dari pemboman di kampung Genteng Bandar. Rakyat bertambah marah; dengan semboyan “Merdeka atau Mati” tempo-tempo dalam keadaan kalap, mereka menyerbu tank-tank Gurka dengan membawa senjata granatnya. Tembakan-tembakan meriam dari kapal-kapal perang Inggeris bertambah gencar, bombardemen bertubi-tubi, tank-tank Gurka melepaskan tembakan mitrallieuraya di jalan-jalan strategis.

Radio Bung Tomo dengan “Allahu Akbar – Allahu Akbar – Allahu Akbar” menganjurkan terus melawan, terus berjihad. Orang dilarang meninggalkan kota Surabaya, kecuali orang-orang perempuan dan anak-anak. Laki-laki dan pemuda-pemuda dilarang ke luar kota, kalau melanggar ditembak di perbatasan kota.

Rumah Sakit Simpang penuh korban, dr Mas Soetoyo dengan bantuan PMI dan bagian sosial PRI melakukan penguburan pahlawan-pahlawan Kusuma Bangsa (idea Walikota Radjamin dan stafhya R Soeyitno dan PMI). Penguburan pertama meliputi 26 orang pahlawan, yang betul-betul korban pertempuran melawan musuh. Karena pengangkutan makin hari makin sukar, maka dianjurkan mayat-mayat dikubur setempat, korban luka-luka harus dibawa ke rumah-sakit.

Pimpinan rumah-sakit PRSU pada waktu itu masih dipegang oleh dr Soetopo dengan dr S. Rahmat dan mantri Sosro, sedang administtrasi dipegang oleh dr Ramelan (tua).

Pada waktu Rumah Sakit Simpang masih lengkap, bagian-bagian dipimpin oleh kepalanya masing-masing: 1. mata oleh dr Pranowo, 2. Interne oleh dr Zainal & dr Biran, 3 Menular oleh dr Soemadiyono, 4. Kulit oleh dr Soetopo & dr K. Loedin, 5 Kanak-kanak oleh dr. S. Rachmat & dr Soedioto, 6. Paru-paru oleh dr Oemar, 7. Rontgen oleh dr Siwabessy, 8. Patoiogi dan mayat oleh dr Mas Soetedjo, 9. Kandungan oleh dokter-dokter Soekiman, Winoto, dan Tjioe Jauw Bing, 10.fBedah oleh dr Mas Soetoyo, bagian yang paling penting dan selalu repot siang malam bekerja.

Sebagai hasil seruan minta bantuan oleh dr Soetopo, maka datanglah bantuan dari Jakarta, yaitu dr Azis Saleh dengankelompok mahasiswanya dan dari Madiun dr Gardjito dan lain-lain. Korban-korban datang bertubi-tubi, hingga Rumah Sakit Simpang penuh sesak, meskipun dibanuToleh Rumah Sakit Karang-menjangan.

Serangan Inggeris makin menghebat, korban makin menumpuk, mayat tak dapat dikubur lagi ke taman pahlawan, sehingga dr Soetoyo dan PMI terpaksa minta bantuan rakyat kampung Pacarkeling untuk menggali lobang makam di lapangan olahraga pelajar-pelajar juru-rawat, di belakang Rumah Sakit Simpang. Sejumlah tiga ratus korban bau busuk meliputi udara lingkungan kerja, sedang peluru-peluru meriam kapal perang Inggeris mulai berjatuhan di sekitar dekat rumah-sakit.

Pada hari kelima tanggal 14 Nopember 1945, dr Soetoyo menyatakan tidak kuat lagi melanjutkan pekerjaannya dan setelah dirundingkan dengan pimpinan penghubung PMI dr Moh. Soewandhie, maka diputuskan evakuasi total. Penderita-penderita yang dirawat kira-kira 3.000 orang.

Dokter Soetopo minta bantuan kepala jawatan kereta api untuk pada malam hari mengangkut korban-korban ke jurusan Malang dan Jombang, Bantuan diminta pula dari barisan PMI daerah sekitar Surabaya terutama Malang, Sidoarjo, Jombang, Mojokerto, dan menyiapkan rumah-rumah sakit masing-masing untuk menerima penderita yang akan datang.

Atas perintah dr Soetopo, penghubung PMI dr Moh. Soewandhie memimpin evakuasi pertama dengan kereta-apinya mas Soedji. Pada jam 7 malam mulailah para penderita diangkut dari Simpang ke stasiun Gubeng, sedang kereta api berangkat jam 2 malam dengan gerbong-gerbong yang diberi tanda Palang Merah.

Evakuasi terjadi pula ke jurusan Mojokerto-Jombang-Mojowarno-Pare-Kediri-Blitar, kejurusan Madiun-Ponorogo ke jurusan Lamongan-Bojonegoro. Sedangkan ke timur jurusan Pasuruan dan Probolinggo, etc.

Korban-korban baru selanjutnya diangkut dengan truk-truk, ambulans.cikar, ke rumah-sakit kota berdekatan, terutama Sidoarjo, Mojokerto, Lamongan, di mana dokter daerah dan para perawat bekerja dengan bantuan dokter-dokter dan perawat-perawat pengungsi dari Surabaya.

Rakyat Surabaya karena hujan peluru mulai mengungsikan keluarganya, sebagian besar dengan jalan kaki karena kendaraan kemudian digunakan untuk mengangkut korban-korban, sedang kereta api hanya mungkin dijalankan pada malam hari. Rakyat Surabaya yang masih tinggal di kota tetap mempertahankan di bawah pimpinan Sungkono, sedang pasukan-pasukan pemuda bersenjata antara lain tentara Keamanan Rakyat (TKR), pasukan-pasukan pemuda Republik Indonesia (PRI), Hisbullah Sabilillah, ALRI dan lain-lain menyiapkan pertahanannya di sekitar kota.

Pada tanggal 10 November Gubernur Soeryo memerintahkan kepada segala tenaga pimpinan pemerintahan supaya keluar dari kota dan dilarang keras membantu Belanda dan Inggeris. Begitu pula semua pimpinan masarakat golongan politik, pemimpin organisasi sosial dan agama diharuskan keluar. Pemerintah kotapraja dengan stafhya mundur ke daerah Darmo, sedang Markas pertahanan bersenjata mundur tetapi tetap dalam kota. Barang-barang penting terutama alat perang dengan segala kendaraan sempat diangkut keluar, di antaranya obat-obatan dan segala alat-alat kedokteran yang diangkut baik di waktu siang maupun malam ke semua jurusan.

Kapal perang Inggeris tetap memuntahkan peluru-pelurunya ke semua jurusan di dalam maupun di luar kota, hingga pada tanggal 28 November 1945 pertahanan Surabaya oleh pemuda dan rakyat terpaksa jebol dan mundur ke luar kota.

Rumah sakit Simpang, Karangmenjangan, Darmo, RKZ, Leger des Heils, terpaksa dikosongkan dan ditinggalkan; umumnya tenaga-tenaga pindah ke jurusan selatan: Lawang-Pujon-Malang. dekat kota Surabaya dibentuk pos dokter di desa Gedangan dan Ketegan mengikuti/mendampingi pertahanan. Markas pertahanan Surabaya dipindahkan di pabrik gula Balongbendo. Gubernur yang mula-mula berkedudukan di Sepanjang pindah ke Mojokerto, begitu pula Walikota, Para dokter dan perawat sesudah menyelamatkan keluarganya hampir semua menyerahkan tenaganya dalam pertahanan, menggabung dalam ketentaraan dan lain-lain badan perjuangan, sedangkan para dokter ahli dipekerjakan dalam rumah-sakit besar.

Dalam rapat para dokter di aula Kantor Karesidenan Malang pada tmggal 31 Desember 1945 antara dokter sipil, Angkatan Perang dan Palang Merah diputuskan perlunya koordinasi, maka ditunjuklah dokter Moh. Soewandhie sebagai koordinator Perjuangan Kesehatan Jawa Timur, sedang dokter Angka Nitisastro ditunjuk sebagai sekretarisnya.

Sejak waktu itu koordinator ikut serta dalam mengatur penempatan pos-pos dokter. Front selatan diurus oleh dokter Sidoarjo (Marsaid cs). Dewan kesehatan Maiang, yang meliputi dokter-dokter Malang dan para pengungsi, dibantu oleh dokter-dokter TKR Divisi VII (dr Imam cs). Daerah barat-daya diurus dokter-dokter dari Surabaya dan Divisi VI (dr Irsan Radjamin cs), sedang sebelah barat, daerah Gresik oleh dr Sukidjan & Djayusman, dan selanjutnya daerah Lamongan oleh dr Achmad & Paais cs).

Pertahanan Surabaya di bawah Sungkono, mula-mula tanpa pangkat militer, mengadakan reorganisasi dan koordinasi pertahanan. Dalam rapamya dengan para dokter sipil, militer dan PMI, dokter Moh. Soewandhie dilantik oleh Sungkono sebagai petugas kesehatan dalam staf Markas Pertahanan Surabaya (Juli 1946).

Sebagai petugas MPS saya (dr Moh. Soewandhie) menganggap perlu adanya rumah-sakit bedah di daerah karesidenan Surabaya, maka dipinjamlah rumah sakit Kristen Mojqwarno. Setelah mendapat persetujuan dari pengurus rumah-sakit tersebut, diantaranya dr Kistap Lober, maka dengan biaya markas Pertahanan diadakan perbaikan, tambahan peralatan dan lain-lain yang perlu.

Pimpinan Rumah Sakit Pertahanan Mojowamo ditugaskan kepada dr Soetopo, dibantu oleh dr Soekiman (Gynaecoloog-chirurg) dan dokter-dokter Maryitno, Kistap, Tjioe Jauw Bing dan lain-lain.

Para dokter Divisi VI menguasai Rumah Sakit Gatul di Mojokerto sebagai pusat kesehatannya dan dari sinilah diurus pertolongan kesehatan militer di front, termasuk pasukan Palang Merah Wanita dari Surabaya di bawah pimpinan Loekitaningsih. Komisaris PMI jawa Timur, dr Moersito mengundurkan diri; oleh pimpinan PMI pusat Yogya tugas PMI selanjutnya diserahkan kepada Moh. Soewandhie. Termasuk tugasnya adalah melayani tinjauan palang merah Belanda ke daerah-daerah RI kemudian dengan palang merah Internasional mengatur “gezinshereniging” (penyatuan kembali keluarga) berupa pengiriman keluarga-keluarga Belanda ke Jakarta, begitu pula keluarga-keluarga Cina ke Surabaya dari Blitar dan Kediri.

Penyerbuan-penyerbuan insidentil berlangsung terus, korban-korban mendapat lagi pertolongan yang layak dan teratur, Sementara itu telah gugur dr. Soepraun dan dr. Hadiyono Singgih, keduanya dari Divisi VI, di daerah krian.

Penyerbuan besar-besaran oleh rakyat dengan nama tentara bambu runcing bertuah (Parakan) ternyata gagal berantakan, dan bambu rumcing bertuah ditinggal-kan bertumpuk-tumpuk di front. Kesehatan tetap menjalankan tugasnya di pos belakang Markas, yang dipimpin oleh kakek dokter salih, dokter swasta dari Surabaya yang tertua.

Kemudian terjadi malapetaka serangan wabah malaria, hingga anak-anak di front banyak yang sakit, terpaksa MPS menugaskan pasukan kesehatannya yang dipimpin dr. Moh. Soewandie dan Hutagalung, untuk pergi ke Kementerian Kesehatan di Wedi (Klaten) untuk mendapatkan kinine dan lain-lain obat-obatan. Dokter Soerono Sek. Jenderal Kementerian Kesehatan di Wedi pada waktu itu terpaksa menyerahkan semua obat-obatan, yang dibutuhkan front Surabaya.

Berturut-turut pusat-pusat pertahanan jatuh, mula-mula Gresik, kemudian Mojokerto dan Malang dalam tahun 1947, disusul oleh Madura dan Besuki. Daerah-daerah yang tetap dikuasai Republik Indonesia di Jawa Timur menjadi lebih kecil lagi. Jatuhnya kota-kota Lawang dan Malang sangat merugikan perjuangan kesehatan Rumah-rumah sakit pertahanan/tentara di Celaket di bawah pimpinan dr. Soemarno ditinggalkan tidak menurut rencana semula. Banyak dokter yang tidak dapat meninggalkan kota Malang, hingga menimbulkan kerugian material yang sangat besar dan kerugian tenaga-tenaga dokter. Inspektur Kesehatan Jawa Timur dr Tumbelaka terpaksa tidak dapat keluar. Pusat Kedokteran Divisi VII dipindahkan di Malang selatan di desa Sumber Pucung, juga pemerintahan sipilnya. Gubemur Jawa Timur dr Moerdjani dari Malang pindah ke Blitar. Rumah Sakit Blitar di bawah pimpinan dr Trisoelo, dokter pejuang Batu yang dipindahkan ke Blitar, dibantu bleh ahli bedah dr Hadin dan dokter-dokter A. Saleh, Sie Sien Ho, Kamarga dengan para perawatnya.

Untung dokter Soetopo atas permintaan koordinator dengan keluarganya dapat lolos dari Malang dan ditunjuk untuk bekerja di Rumah Sakit Pertahanan terakhir di Ponorogo, di gedung kontroliran yang”*mula-mula diduduki oleh badan-badan perjuangan. Dengan biaya Markas Pertahanan gedungnya dapat dirubah menjadi rumah sakit bedah yang layak.

Karena tidak sedia membantu Belanda, maka dr Moh. Syaaf diusir Belanda dari Malang, begitu pula dokter-dokter Stambul, Soedomo, dan Achmad Saleh. Dokter Koeslan (partikelir) keluar juga dari Malang dan membantu di Sumber Pucung, dr Kusnulyakin keluar sebentar dari Blitar. Soengkono, yang telah diangkat menjadi kolonel, memindahkan markasnya berturut-turut hingga di kota Kediri.

Dalam bulan Juni 1948, dr Saiful Anwar dari Purwokerto ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Yogya sebagai Inspektur Kesehatan Jawa Timur, koordinasi perjuangan dan komisariat PMl pusat Yogya tetap dipegang oleh dr Moh. Soewandhie.

Dokter Gardjito dari Madiun dan dr Djanas dari Surabaya dipindahkan ke rumah-sakit Bojonegoro bersama dengan dr S. Rachmat, dr Sosodoro dan dr Mured, dengan dr Soeatmadji sebagai dokter karesidenan.

Peristiwa petualangan PKI di Madiun untung tidak membawa perubahan dalam organisasi Kesehatan Madiun. Ahli bedah dr Sayidiman tetap memimpin Rumah Sakit Madiun, sedang dr Soetoyo tetap di Ponorogo.

Menghadapi perang kemerdekaan kedua Gubernur Militer Jawa Tirnur Jendral Sungkono menginstruksikan kepada semua dokter militer dan sipil untuk keluar dari kota, kecuali yang tua-tua dan yang ditugaskan tinggal di kota. Instruksi ini tidak mungkin lagi disebar-luaskan, hingga hanya di Kediri saja yang dapat dijalankan, karena penyerbuan tentara Belanda mendadak telah dimulai.

Dokter Saiful Anwar di desa Sidorejo Pare, dr. Irsan Radjamin di Wales, dr Djauhari di desa Bendo Pare, dr Moh. Soewandhie di desa Wonorojo Pagu Kediri, dr Moersito di desa Ngoro Jombang, dr Iskak di Tulungagung selatan, dr Imanudin di desa daerah Bondowoso.

Kurang lebih satu tahun mereka tinggal di desa dengan rumah-sakit daruratnya di desa-desa tersebut. Menjalankan perintah “Wehkreise” Nasution, mendampingi gubernur militer dalam “Wehkreise”-nya. Hingga pada waktu gencatan senjata tetap dalam pos-posnya di desa adalah : 1. Soekidjan, 2. Saiful Anwar, 3. Irsan Radjamin, 4. Djauhar (ex TRI), 5. Moh. Soewandhie, 6. Moh. Imanudin, 7. S. Hadi, 8. Soegiri, 9. Iskak (ex TRI), 10. Soedomo, dan 11. Usman Asnar.

Yang tinggal bertugas dalam kota dan tidak membantu Belanda adalah : 1. Abu Bakar, 2. “Moh. Salim, 3. Trisoelo,4. Hadin, 5. A. Saleh, 6. Salih(Tua), 7. Koeslan, 8. Biran, 9. Wahab, 10. Zaman, 11. Liem Diam An, 12. Soetopo, 13. Sardadi, 14. Soedomo, 15. Soedioto, 16. Lie Sien, 17. Soemadiyono, 18. PhoaBiauw Hian, 19. Soetjahjo, 20. Syafri, 21. Hoetagalung, 22. Zainal, 23. K. Loedin, 24. Moh. Syaaf, 25. Syahbudin, 26. Poedjosoemanto, 27. Tjoa Siek len, 28. A. Manap, 29. Joe Tjin Liong, 30. Tjioe Jauw Bing, 31. Ajidarmo Cokronegoro. Lain-lain teman sejawat yang tidak disebut namanya ditangkap/ditahan Belanda, menyeberang membantu Belanda atau pasief.

Yang gugur: 1. dr Soepraun di daerah Mojokerto, waktu menyelenggarakan pos dokter kena peluru militer Belanda; 2. dr Hadiyono Singgih waktu mengikuti pasukan gugur di daerah Krian; 3. dr Soebandi waktu sebagai kepala staf resimen Seruji menjalankan penyerbuan kembali di daerah Jember, berangkat dari Blitar.

Yang pindah ke lain tempat: 1. dr M. Soetopo ke Yogya, 2. dr Soedomo ke Yogyakarta, 3. dr Sardadi ke Yogya, 4. dr Syarief Tayib ke Jakarta, 5. dr Siwabessy ke Jakarta, 6. dr Djoko Salamun ke Yogya, 7. dr Soemarno ke Solo, 8. dr Soemadiyono ke Jakarta, 9. dr Oemarke Kudus, 10. dr Ramelan (tua) ke Magelang, 11. dr Rustamadji ke Semarang.


Catatan:

I.      Waktu perundingan antara Belanda dan Indonesia, dr Irsan Radjamin men-dampingi Jenderal Soengkono.

II.     Waktu permulaan huru-hara di kota Surabaya dr Soegiri selalu mendampingi pemerintah RI dalam perundingan-perundingan intern; dalam perundingan-perundingan tersebut Jenderal Mallaby hilang di tengah-tengah rakyat di daerah Jembatan Merah.

III.    Saya (dr Soetopo) tidak ikut nyerbu Kempetai, tetapi sebagai dokter Palang Merah dengan beban tas siap sedia di belakang gedung bekas Raad van Justitie jaman Belanda dengan seorang polisi dengan senjata tanpa peluru (memang belum menyerahkan senjata) oleh Jepang. Sedang yang menyerbu dari depan adalah polisi istimewa di bawah pimpinan Moh. Jasin. Kelihatan rakyat dan pemuda membawa mobil pemadam kebakaran dengan isi bensin untuk kalau perlu membakar gedung Kempetai.

IV.   Dalam mencari tempat-tempat pemakaman untuk mereka yang gugur, R. Soetjitno kepala bagian tehnik kotamadya dan saya sebagai anggota Palang Merah telah memilih lapangan di muka THR sekarang untuk Taman Pahlawan. Penguburan pertama meliputi 26 orang korban pertempuran hari kedua (tanggal 11 Nopember 1945) yang dipimpin oleh PRI, dengan saya yang memimpin regu PMl dibantu antara lain oleh dr Moh. Soewandhie dan bidan Subiah. Di antara para korban terdapat seorang polisi Kristen.


CATATAN:

1.    Disusun sampai dengan Agustus 1977.

2.    Sumber: Arsip Departemen Kesehatan serta informasi dari fihak-fihak lain, mengingat adanya anugerah yang langsung diberikan oleh Pemerintah Pusat atau pengusulannya dilakukan oleh Kepala Daerah maupun instansi-instansi lain, tanpa melewati Departemen Kesehatan.

3.    Tiap tahun pada saat memperingati Hari Kesehatan Nasional (12 Nopember) di samping penyematan Tanda-tanda Kehormatan kepada yang memperoleh, diberikan pula Piagam Penghargaan Menteri Kesehatan kepada para karyawan yang prestasinya menonjol.

4.    Untuk tenaga medik dan tenaga paramedik yang termasuk militer-organik, tidak termasuk dalam daftar ini.

Lampiran VI.25.

ANUGERAH

Pemerintah, berdasarkan UU No. 4/tahun 1959 telah memberi anugerah Tanda Kehormatan dalam bentuk BINTANG dan/atau SATYA LENCANA kepada mereka yang nama-namanya tercantum di bawah ini, mengingat jasa dan hasilguna karya-karyanya dalam pengabdian dan pengamalan mereka terhadap Nusa dan Bangsa di bidang kesejahteraan pada umumnya dan bidang kesehatan pada khususnya.

BINTANG MAHAPUTERA:

No. Nama / Gelar Catatan
1 Raden Kodiyat, Dr Lulus Stovia 1915, lulus Nederland 1925, 

menerima pula Magsaysay Award,

22 Sept. 1961

2 Sardjito, Prof. Dr Lulus Stovia 1915, lulus Nederland 1923.
3 Soerono, Dr Lulus Stovia 1919, lulus Nederland 1926
4 Raden Mochtar, Prof. Lulus Stovia 1924 

 

5 Soetopo, Prof. Dr Lulus Nias 1924 

 

6 Saiful Anwar, dr Lulus Stovia 1929
7 J. Leimena, Dr Lulus Stovia 1930
8 Moerdjani, dr Lulus Nias 1931, bidang Ke-pamong-prajaan.
9 Soeharso, Prof. Dr Lulus Nias 1939
10 Slamet Iman Santoso, Prof. Dr Lulus Stovia 1932, lulus Geneesk. Hoge School (Jakarta). 1934, menerima pula Bintang dari Filipina: The Lakan of the Order of Sikatuna.
11 Sarwono Prawirohardjo, Prof. Dr Lulus Stovia 1929, lulus Geneesk. Hogeschool (Jakarta) 1939.
12 Satrio, Prof. Lulus Geneeskundige Hogeschool (Jakarta) 1942
13 Ny. Soelianti Saroso, Prof. Dr Lulus Geneeskuntfige Hogeschool (Jakarta) 1942
14 G.A. Siwabessy, Prof. Dr Lulus Nias 1941
15 Wasito, dr Lulus Nias 1935
16 Soewardjono Soerjaningrat, dr Lulus FKUI1954

BINTANG JASA :

No. Nama / Gelar Catatan
1 R. Soesilo, Dr Lulus Stovia 1913, Lulus Nederland 1924
2 Achmad Mochtar, Prof. Dr Lulus Stovia 1916, lulus Nederland 1927
3 M.A. Hanafiah, Prof. Lulus Stovia 1926
4 J.B. Sitanala, Dr Lulus Stovia 1912, lulus Nederland 1926
5 H.R. Soediro, dr Lulus Nias 1937

BINTANG GERILYA :

No. Nama / Gelar Catatan
1 Soekardjo, dr Lulus Stovia 1911
2 Sardjito, Prof. Dr Lulus Stovia 1915. lulus Nederland 1923

SATYA LENCANA KEBAKTIAN SOSIAL :

No. Nama / Gelar No. Nama / Gelar
1 Raden Mochtar, Prof. 39 Soemardi Soetopo
2 Ahmad Ramali, Dr 40 Ny. Soebinem
3 H. Ali Akbar,dr 41 Hidajatullah
4 H. Muh. Sjuhri 42 T. Lalala
5 H. Muh. Saleh Su’aidy 43 Frits Kills
6 Kiai Muh. Sadri 44 Miatin
7 Kiai H. Sapari 45 Sujadi bin Abdulinadjid
8 H.S.M. Nasarudin Latif 46 Titus Matesjembun
9 H.M.NurAsjik,M.A. 47 Ny. Roselina Abd. Hamid Togu
10 K.H. Ahmad Anwary 48 Dahomi
11 H. Bustami A. Gani, Prof. 49 Sabai Tarigan Sibero
12 H. Muh. Amin Mashir 50 Ny. Poersiki
13 H.M. Salim Fachry 51 Marsudi
14 Achmad Satim Bahalwan 52 Rumaeni
15 Sjamsoedin, dr 53 Sutarmin
16 Aminoe’ddin, dr 54 Djumadi
17 R. Sartono Hardjosarwono, dr 55 MuhamadAflal
18 Boedihartono, dr 56 Nasiah Lubis
19 Soegiarno 57 Ny. Annie Leonora Bawang Tuwanahata
20 Poerwono 58 G.H. Rehatta, dr
21 Sainu 59 Haji Mohamad Yahya
22 Sukanto 60 Marzuki Mahdi, dr
23 Siti Muraijati 61 Soetardi, dr
24 Iskandar 62 Soemiyo Padmosaroyo, BA
25 Suparto 63 Turut
26 Sumarno 64 Senen Suwardi
27 Parno 65 Darmanto Diposarono
28 Martikem 66 J.B. Sitanala, Dr
29 Sarkam 67 M. Soenarto, dr
30 Tohiran 68 Toni Moenadi
31 Slaraet 69 Soekarao
32 Sumardjo 70 Soeharsojo Prawiroatmodjo
33 Karnali 71 Ny. Ayu Sri Maharis
34 Satinah 72 Karel Siallaga
35 Maridhi 73 Oen Boen Ing, dr
36 Sumarto 74 Soeprapto
37 Mardjo 75 Soehardjo
38 Ehud Dungair 76 Haulussy, dr

SATYA LENCANA KARYA SATYA :

No. Nama / Gelar No. Nama / Gelar
1 R. Kodyat, Dr 39 MPrio
2 Ahmad Ramali, Dr 40 Sidin Sintowahono
3 R.M. Notosuwarno, dr 41 R. Soedarmono
4 Saiful Anwar, dr 42 Abdoel Moerad, dr
5 Soerono, Dr 43 Kasni
6 Soetopo, Prof. Dr 44 Soeharsojo Prawiroatmodjo
7 Soemardji, dr 45 Abdul Sukur Darmowikarto
8 Soetjahjo, SH 46 Muhtadi Idris
9 Soekandar 47 Roesiti
10 Moersito, dr 48 Saptini
11 Didik 49 S. Moerdiyanto
12 Aminoe’ddin, dr 50 Ny. Soemiati Moerdiyanto
13 Marzuki Mahdi, dr 51 Daryatmo Darmojuwono
14 M. Soetardi, dr 52 Ny. Ayu Sri Maharsis
15 Simin Sinuraya 53 Moedjijo
16 R.W. Sarono Sardjono 54 Marselinus Josep Sunardi
17 Ny. Soeharti Wiraningrat 55 Ny. Diah Soelistijani
18 R.M. Soekardjo 56 Soegito
19 Nurmawan 57 Iman Rejo
20 Kahar 58 Soegijono
21 Rembun Ranumihardjo 59 Tjukup Ginting Manik
22 Theodorus Aritonang SH 60 Landung Sahuri
23 Radja Nalu Purba 61 Soedarjono
24 M. Soenarto, dr 62 Soedarko Brotosoesanto
25 Ny. Ruth Aprida Paath 63 Ny. M.L. Hartati Soebarniati
26 Abdurachitn 64 Soebarjo
27 Ki S. Hadiwidjojo 65 Karel Siallaga
28 Ny. Simpen Koesnio 66 Soeprapto
29 Soeparno 67 Soekadir Tirtodarmo, dr
30 Masirah 68 Soetara Danu Sasmita
31 Kamin 69 R. Soewardi
32 Soedjarwo 70 H.B. Basarudin, dr
33 Soelibandiono 71 Jasir Datuk Mudo, dr
34 R. Koesnio 72 Mardjaban Poerwadiredjo, dr

SATYA LENCANA PERINGATAN PERJOANGAN KEMERDEKAAN :

No. Nama / Gelar No. Nama / Gelar
1 R. Kodyat, Dr 13 Masirah
2 Saiful Anwar, dr 14 Kamin
3 Soetopo, Prof. Dr, 15 Md. Soerjat
4 R.M. Notosoenarjo, dr 16 Soedjarwo
5 Ahmad Ramali, Dr 17 Soelitandiono
6 Moersito, dr 18 R. Koesnio
7 Didih 19 MPrio
8 Nurmawan 20 Sidin Sintowahono
9 Moh. Saleh, dr 21 Kasni
10 Ambyah Nurjaman 22 Karel Siallaga
11 Soepangat 23 Soedarjo
12 Sardjono

SATYA LENCANA WIRAKARYA :

No. Nama / Gelar
1 Abang Saleh
2 B.A.S. Sarfanin
3 Thomas Huwae

SATYA LENCANA PEMBANGUNAN :

No. Nama / Gelar
1 H. Herman Soesilo, dr MPH

SATYA LENCANA KEAMANAN :

1.  Alui Sabu, dr; karena jasanya sewaktu di daerah Gorontalo.

Kota Jakarta Pancasila (JP)

Aspirasi Terkait Pembatalan ke Belanda


0 Responses to “Press Release Pengukuhan Pejoang45 Almarhum Prof Dr Soetopo (1898 – 1982)”



  1. Leave a Comment

Leave a comment


Blog Stats

  • 4,410,362 hits

Archives

Recent Comments

Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…
Ratu Adil - 666 on Kepemimpinan : Satrio Piningit…
Ratu Adil - 666 on Kepemimpinan : Satrio Piningit…
Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…
Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…