23
Aug
09

Seni Budaya : Cermin Besar Tari Pendet

REPUBLIKA, Minggu, 23 Agustus 2009 pukul 01:47:00

Tari Pendet, Bali

Tarian selamat datang ini disepakati lahir pada 1950.

Para perempuan berpakaian adat itu bergerak gemulai. Dengan iringan gamelan, mereka menari seraya membawa mangkuk perak (bokor) berisi canang sari, bunga, dan kwangen. Ada pula yang membawa mangkuk tempat air suci (sangku), kendi, dan perapian (pasepan). Di akhir tarian, para penari meletakkan saji-sajian, canang sari, dan kwangen sambil menaburkan bunga tanda penghormatan.

Bermakna pemujaan dan persembahan, tari pendet semula banyak ditampilkan di pura-pura. Perlahan, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah tari pendet menjadi tarian ‘selamat datang’. Taburan bunga disebarkan di hadapan para tamu sebagai ungkapan selamat datang. Meski demikian, tarian ini tetap mengandung muatan-muatan sakral dan religius.

Maka, ketika tari pendet yang dikenal melekat kuat dengan budaya Bali itu tiba-tiba muncul dalam iklan promosi pariwisata Malaysia, tak pelak kita pun kembali tersentak.

Setelah klaim atas tarian reog ponorogo, angklung, batik, hingga lagu ”Rasa Sayange” yang asli Maluku, sekarang ini giliran tari pendet diklaim sebagai milik Malaysia.

Menyambut iklan itu, gelombang protes pun berdatangan. Di Denpasar, puluhan seniman Bali melancarkan aksi protes kepada Ida Ayu Agung Mas, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI), di Taman Budaya Denpasar, Sabtu (22/8).

Para seniman itu mendesak pemerintah agar dapat mempertahankan produk kesenian yang ada untuk kembali didata dan didaftarkan. Sehingga, tidak mudah diklaim oleh negara lain. ”Tari pendet merupakan bagian dari warisan budaya kita, yang mana dalam tarian tersebut menampilkan nilai-nilai seni dan simbol-simbol budaya, yang hanya dimiliki oleh tradisi budaya Hindu Bali,” kata Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof Wayan Dibia MA.

Berdasarkan pengamatan Dibia, tari pendet yang tayang berkali-kali dalam iklan ‘Visit Malaysia’ itu dilakukan oleh alumni ISI Denpasar bernama Lusia dan Wiwik. Pengambilan gambar tersebut dilakukan oleh Bali Record sekitar dua hingga tiga tahun lalu.

Pihak Dinas Kebudayaan Bali sendiri memastikan tidak pernah menerima permohonan izin atau pemberitahuan dari pihak-pihak terkait di Malaysia, untuk menggunakan tari pendet sebagai sarana promosi pariwisata mereka.

Meski begitu, Kepala Dinas Kebudayaan Bali, Ida Bagus Sedhawa, mengakui pihaknya tidak bisa melarang penggunaan tarian itu karena tari pendet, termasuk yang belum menjadi hak kekayaan intelektual Bali. ”Jadi, kita tidak bisa melarang mereka, tetapi secara moral semestinya yang bersangkutan menyadari bahwa tari pendet memang milik orang Bali,” katanya.

Pemerintah sendiri berharap masyarakat tidak terprovokasi dengan masalah ini. ”Kita harus lihat dulu seperti apa. Jangan mudah terprovokasi,” kata Teuku Faizasyah, juru bicara Departemen Luar Negeri, Jumat (21/8).

Pihaknya, lanjut Teuku, belum mengetahui secara detail masalah ini sehingga berjanji akan menindaklanjuti, dengan menghubungi perwakilan Indonesia di Malaysia. ”Kalau itu sudah jadi isu publik, akan kita tindak lanjuti,” katanya.

Kesalahan pemerintah
Merunut dari sejarah, tari pendet telah lama mengakar dalam budaya Bali.

Wayan Dibia, guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, mengatakan, tari pendet merupakan salah satu tarian yang paling tua di antara tari-tarian sejenis yang ada di Pulau Dewata.

”Berdasarkan beberapa catatan, para ahli seni pertunjukan Bali sepakat untuk menyebutkan tahun 1950 sebagai tahun kelahiran tari pendet,” ujar Dibia.

Penggagas tarian tersebut, lanjut Dibia, adalah dua seniman kelahiran Desa Sumertha Denpasar, yakni I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng. ”Kedua seniman ini menciptakan tari pendet penyambutan dengan empat orang penari, untuk disajikan sebagai bagian dari pertunjukan turistik di sejumlah hotel yang ada di Denpasar, Bali,” tambahnya.

Ia mengatakan, sejak diciptakan tarian itu selalu dijadikan acara pembuka bagi sajian tari Bali lainnya.

Pada 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet tersebut dengan pola seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penarinya menjadi lima orang.

Berselang setahun kemudian, I Wayan Beratha dan kawan-kawan menciptakan tari pendet massal dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang, untuk ditampilkan dalam upacara pembukaan Asian Games di Jakarta.

Kasus klaim Malaysia atas budaya Nusantara ini memang bukan yang pertama. Dan, boleh jadi pula tidak akan menjadi yang terakhir. Bagi budayawan, Radhar Panca Dahana, klaim budaya Indonesia oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan kesalahan Pemerintah Indonesia sendiri. ”Ya tidak apa-apalah, kita juga suka mengambil budaya lain untuk promosi,” katanya kepada Republika.

Bagi Radhar, kecolongan budaya tersebut sebenarnya sebuah cermin bahwa kita terluka dan malu karena sadar sebagai pemiliknya, tidak memerhatikan. ”Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli,” ujarnya.

Agar kejadian serupa tak terulang lagi, Radhar meminta pemerintah agar lebih memerhatikan kebudayaan. ”Kita majukan budaya kita, supaya kita ada di depan. Munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara. Jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita,” katanya menandaskan. she/aas/c85/ant


5 Responses to “Seni Budaya : Cermin Besar Tari Pendet”


  1. August 24, 2009 at 4:33 pm

    duh…
    makin meraja lela aja nih…
    makin dianggap remeh saja kita oleh negara tetangga…
    ini dikarenakan penegak hukum kita terlalu santai dan seolah-membiarkan kasus seperti ini terjadi.
    sehingga hal seperti ini terus terjadi dan akan terus terulang…

    sangat disayangkan jika kesenian atau budaya kita yang telah ada sejak dulu, dengan gampangnya diklaim milik orang…
    sungguh ironis nasib bangsa kita…

    kenali dan kunjungi objek wisata di pandeglang

  2. 2 dBo
    August 26, 2009 at 9:43 am

    YA, SANGAT SETUJU….”CERMIN-BESAR”
    BAHKAN MUNGKIN MASIH PERLU BEBERAPA ”CERMIN-BESAR”

    TAYANGAN DI MEDIA KITA TENTANG TAHUN KUNJUNGAN WISATA INDONESIA, SANGAT MINIM…
    MALAH MENAYANGKAN KUNJUNGAN WISATA MALAYA,

    Sampai kadang saya merasakan, media yang mencari hidup di NKRI ini sudah menjadi bagian dari Teror-Sistimatis.., isinya produk makanan, berita2 gosip/bohong yang arahnya memang pembodohan bangsa

  3. 3 lovely baby
    October 16, 2009 at 5:55 pm

    seharusnx pemerintah indonesia lebih bijaksana menanggulani peristiwa ini krna apabila itu trus berlanjut …… negara kita akan di pandang sebelah mata oleh negara lain………
    n budaya kita seharusnx sudah didaftarkan di PBB

  4. June 12, 2010 at 11:11 am

    kita kecolongan lagi..karena kantong kita emang bolong,,kenapa ga cepat2 di jahit,,,


Leave a comment


Blog Stats

  • 4,407,160 hits

Archives

Recent Comments

Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…
Ratu Adil - 666 on Kepemimpinan : Satrio Piningit…
Ratu Adil - 666 on Kepemimpinan : Satrio Piningit…
Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…
Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…