24
Jul
09

Dialog Jumat : Kepiting, Haram atau Halal ?

REPUBLIKA, Jumat, 24 Juli 2009 pukul 01:40:00

Kepiting

HALALAN THAYYIBAN

Para ulama sejak lama telah berbeda pendapat terkait status hukum hewan berkaki banyak tersebut.

Menu seafood yang satu ini memang lezat. Sajian dari kepiting, baik direbus, dengan saos tiram dan sebagainya, amat mengundang selera, dan bahkan saking istimewanya, harga per porsinya kadang cukup mahal.

Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki 10 dari infraordo Brachyura (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura = ekor), atau yang perutnya (abdomen) sama sekali tersembunyi di bawah dada (thorax). Ke dalam kelompok ini termasuk ketam, dan rajungan.

Akan tetapi, di balik kelezatan tadi, sejatinya masih mengemuka pertanyaan di sebagian umat terkait status kehalalan kepiting. Pasalnya ada yang berpendapat, hewan tersebut hidup di dua alam, yakni di darat dan laut/air.

Bicara mengenai konsumsi makanan, Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan yang jelas dan harus dipatuhi segenap umat. Allah menghalalkan sesuatu yang baik, serta mengharamkan segala yang kotor dan buruk (QS al a’Raaf [7]: 157)

Dalam kaitan ini, Islam membolehkan umatnya mengonsumsi hewan, tentu yang sesuai dengan aturan hukum Islam. Adapun yang bisa dimanfaatkan sebagai santapan terbagi dua, yakni hewan darat dan hewan air.

Hewan darat adalah hewan yang hanya hidup di darat, sedangkan hewan laut adalah hewan yang hidup di air. Meski begitu, tidak semua hewan darat dapat dimakan, ada ketentuan hukum yang harus diikuti. Hal yang sama berlaku untuk hewan air.

Sementara bagi hewan yang bisa hidup di darat dan laut, seperti kodok, kepiting, dan ular, para ulama berpendapat, hukumnya haram dengan alasan kotor dan membawa bahaya. Syeikh Muhammad Al-Khathib Al-Syarbaini dalam kitabnya Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani al-Minhaj adalah salah satu yang berpendapat demikian.

Memang, sejak lama telah muncul beda pendapat di kalangan ulama terkait media hidup kepiting ini. Ada yang berpegang bahwa kepiting termasuk hewan darat, ada pendapat pula bahwa merupakan hewan laut, sebagian lagi menyatakan hidupnya di dua alam.

Hanya saja, para ulama zaman dahulu pada umumnya sepakat mengategorikan kepiting sebagai mahluk yang hidup di dua alam, maka itu hukumnya haram dikonsumsi. Ini sebagaimana pendapat Imam ar-Ramli dalam kitabnya Nihayah Al-Muhtaj ila Ma’rifah Al-Fadz Al-Minhaj.

Di antara ulama mazhab juga muncul perbedaan pandangan seputar hewan yang hidup di dua alam, semisal kodok, kura-kura, ular, buaya, anjing laut dan sejenisnya. Pertama, mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi`iyyah yang berpendapat, kepiting tidak boleh dimakan sebab dianggap termasuk katagori khabaits (hewan yang kotor).

Kedua, mazhab Al-Malikiyah berpandangan memakan kodok, serangga, kura-kura dan kepiting hukumnya dibolehkan selama tidak ada nash atau dalil yang secara jelas mengharamkannya. Sedangkan mengategorikan hewan-hewan itu sebagai khabaits (kotor) tidak bisa dengan standar masing-masing individu, karena amat subjektif.

Dan ketiga, mazhab Al-Hanabilah menyatakan semua hewan laut yang bisa hidup di darat tidak halal dimakan kecuali dengan jalan menyembelihnya terlebih dahulu, contohnya yakni burung air, kura-kura dan anjing laut.

Kecuali bila hewan itu tidak punya darah seperti kepiting, maka tidak perlu menyembelih. Kepiting sendiri boleh dimakan karena sebagai binatang laut yang bisa hidup di darat, kepiting tidak punya darah, sehingga tidak butuh disembelih.

Berabad-abad lamanya, sebagian umat memegang teguh pendapat ini. Akan tetapi, seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul penemuan-penemuan yang pada akhirnya membawa kesimpulan baru terhadap hal ini.

Sejumlah peneliti menyatakan, kepiting bukanlah termasuk binatang yang hidup di dua alam, di darat dan di air. Kepiting merupakan hewan laut, atau sungai, sehingga media hidupnya adalah di air.

Adapun kepiting yang ada di darat, dapat bertahan hidup karena adanya kantung air di dalam tempurungnya. Maka itu, kepiting pun tidak bisa berlama-lama di darat, sebab jika persediaan airnya habis, ia bisa mati.

Berdasarkan kajian ilmiah tersebut, maka landasan hukum (illat) dari ulama masa silam menjadi kurang relevan lagi. Dan sesuai kaidah, jika illat-nya berubah, dapat berubah pula hukumnya.

Sehingga, hukum mengonsumsi kepiting pun tidak lagi haram melainkan halal. Ini sesuai keputusan Komisi Fatwa MUI pada tanggal 15 Juni 2002 yang menyatakan bahwa kepiting halal untuk dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. yus/berbagai sumber


8 Responses to “Dialog Jumat : Kepiting, Haram atau Halal ?”


  1. September 10, 2009 at 7:51 pm

    KEPUTUSAN FATWA
    KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
    tentang
    KEPITING

    Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersarr. dengan Pengurus Harian MUI clan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dL Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabl. Akhir 1423 H./15 Juni 2002 M., Setelah MENIMBANG
    1. bahwa di kalangan umat Islam Indonesia, status hukL:mengkonsumsi kepiting masih dipertanyal..: kehalalannya;
    2. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandar__ perlu menetapkan fatwa tentang status hukL°.’ mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi till’.. Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
    MENGINGAT
    1. Firman Allah SWT tentang keharusan mengkonsun.• yang halal dan thayyib (baik), hukum mengkonsun-.jenis makanan hewani, dan sejenisnya, antara lain :
    “Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi b:i – dari apa yang terdapat di bumi, clan janganlah kar=mengikuti langkah-langkah syaitan; karer_sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang m.~ _ bagimu” (QS. al-Baqarah [2]: 168).
    °(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nab] yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat clan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf clan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar clan menglialalkan bag] mereka segala yang balk clan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk… “(QS. al-A’raf [7]: 157).
    Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bag] mereka? ” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditanghap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untak berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah dinjarkan Allah kepadamu, Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesunggahnya Allah amat cepat hisab-Nya”. Maka makanlah yang halal lagi balk dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; clan syukurilah ni’mat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Dan makanlah makanan yang halal lag] balk dari apa yang Allah telah berikan kepadamu, clan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makan. (yang berasal) dari taut sebagai makanan yang Iu, bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam pcrjukinr, hcpadunzti… ‘(OS. al-Bcrclura6i /?J: 172).
    Kemudian Nabi menccritakan seorang laki-laki yai?:r melakukan peijalanan panjang, rambutnya acak-acakar3, dan badannya berlumur debu. Sambil mene-ngadahk,+.; tangan ke langit ia bcrdoa, ‘Ya Tuhan : ya Tuhan,.. (13erdoa dalarn perjalanan, apalagi dengan kondisi seperr-; itu, pada umumnya dikabulkan olch Allah–pen. ~ Sedangkan, inakanan orang itu hararn, minumanny~~ haram, pakaiannya haram, clan la diberi makatl dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar), ‘Jika demikian halnva, bagaimana mtmgkin la akw; dikabulkan doanya”… (HR. Muslim dari Abu Hurairah), “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halas harainnya), kebanyakan manusia tidak mengetahu2 hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya…” (HR. Muslim).
    2. Hadis Nabi : “Laut itu suci airnya clan halal bangkai (ikan)-nya” (HR. Khat-iisa11),
    3. ()atidah finhivvah • Pada dasarnya hokum tentang sesuatau adalah boleh sampai ada dalil myang mengharamkannya
    4. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI Periode 2001-2005
    5. Pedoman Penetapan Fatwa MUI

    Memperhatikan :
    6. Pendapat Imam Al Ramli dalam Nihayah Al Muhtaj ila Ma’rifah Alfadza-al-Minhaj, (t.t : Dar’al –Fikr, t.th) juz VIII, halaman 150 tentang pengertian “Binatang laut/air , dan halaman 151- 152 tantang binatang yang hidup dilaut dan didaratan
    7. Pendapat Syeikh Muhammad al-Kathib a;-Syarbaini dalam Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani Al-Minhaj, (t.t : Dar Al-Fikr, T.th), juz IV Hal 297 tentang pengertian “binatang laut/Air “, pendapat Imam Abu Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam Minhaj Al-Thalibin, Juz IV, hal. 298 tentang binatang laut dan didaratan serta alas an (‘illah) hokum keharamannya yang dikemukakan oleh al-Syarbaini :
    8. Pendapat Ibn al’Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (Beirut : Dar al-Fikr, 1992), Juz lll, halaman 249 tentang “binatang yang hidup di daratan dan laut”
    9. Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (anggot a Komisi Fatwa) dalam makalah Kepiting : Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya pada Rapat Komisi Fatwa MUI, serta pendapat peserta rapat pada hari Rab 29 Mei 2002 M. / 16 Rabi’ul Awwal 1421 H.
    10. Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scyllla spp) dan penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Kornisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H / 15 Juni 2002 M. antara lain sebagai berikut :
    1. Ada 4 (empat)jenis kepiting bakau yang sering dikonsutnsi dan menjadi komoditas, yaitu :
    1. a) Scylla serrata,
    2. b) Scylla tranquebarrica,
    3. Scylla olivacea, dan
    4. d) Scylla pararnarnosain. Keempat jenis kepiting bakau ini olr} masyarakat umtim hanya disebut dengar “kepiting”.
    2. Kepiting adalah jenis binatang air, dengal alasan :
    1. Bernafas dengan insang.
    2. Berhabitat di air.
    3. Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dari air.
    3. Kepiting termasuk keempat,jenis di atas (lili._angka 1) hanya ada yang :
    1. hidupdiair tawar saja
    2. hidup di air taut saja, dan
    3. hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam : di laut dan di darat.

    ~. Rapat Komisi Fatwa MUI dalam rapat tersebut, bahwa kepiting, adalah binatang air baik di air laut maupun di air tawar dan bukan binatang yang hidup atau berhabitat di dua alam : dilaut dan didarat :
    Dengan bertawakkal kepada Allah SWT.
    MEMUTUSKAN

    MENETAPKAN : FATWA TENTANG KEPITING
    1. Kepiting adalah halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan Manusia.
    2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian han term::teerdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaima:, mestinya.
    Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk mcnyebarluaskan fatwa ini.
    Ditetapkan di: Jakarta Pada tanggal : 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. 15 Ju11 1 2002 M
    KOMISI FATW’A
    MAKLIS ULAMA INDONESIA

    Ketua, Sekretaris,

    K.H. MA’RUF AMIN DRS. HASANUDIN, ‘VI.Ag.

  2. 2 arsy nur
    October 4, 2009 at 4:18 pm

    kalo biyawak sih termasuk makanan yamg haram atau yang halal

  3. 3 Eni
    June 24, 2012 at 10:57 am

    Makasih ya artikelnya,
    alhamdulillah ini manfaat banget,

  4. 4 shiva
    July 5, 2012 at 1:07 pm

    kepiting enak sich .. halal bagi yang punya duit, yang miskin haram kalau dipaksakan, boleh kalau udah kaya aja..kwk..kwk..

  5. July 30, 2012 at 10:54 am

    Wah, jadi tambah mantep makan kepiting…

  6. 6 HEVNI GUNJANI
    August 3, 2012 at 9:57 pm

    Puas dgn jawaban’a..

  7. August 9, 2012 at 3:57 pm

    masa kata orang kepiting itu haram?

  8. 8 hand yanier
    January 10, 2013 at 5:50 pm

    Alhamdulillah puas banget ,,, artikelnya sangat bermanfaat


Leave a comment


Blog Stats

  • 4,407,023 hits

Archives

Recent Comments

Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…
Ratu Adil - 666 on Kepemimpinan : Satrio Piningit…
Ratu Adil - 666 on Kepemimpinan : Satrio Piningit…
Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…
Ratu Adil - 666 on Kenegarawanan : Harta Amanah B…